Tak ada
cahaya yang paling bersinar di dunia ini,
kecuali
sinaran kasih sayangmu ibu.
Buk...
Masih ingatkah engkau saat pertama
kalinya aku menyebut dirimu dengan sebutan ibu? Setelah beberapa kali kau
mengajariku untuk memanggilmu Ibu. Kau begitu sabar hingga aku bisa memanggilmu
dengan sempurna. Ibu.
Buk..masih ingatkah engkau saat
gadis kecilmu ini terjatuh dan menangis? Saat gadis kecilmu ini kau ajari tuk
berjalan, hingga aku dapat berlari? Saat nakal-nakalnya aku dan membuatmu
kesal. Hey kau slalu tersenyum padaku.
Mungkin tak ku ingat lagi, saat kau
mengajariku berbicara, saat kau mengenalkanku pada dunia. Sampai saat ini kau
masih saja ingat. Sesekali kau ceritakan masa kecilku. Betapa nakalnya aku.
Betapa aku selalu merepotkanmu.
Bu, kau tunjukkan pada dunia bahwa
aku hadir dalam hidupmu. Kau tebarkan kebahagiaan bahwa aku telah tumbuh
dewasa. Aku selalu kau hadirkan dalam lantunan doamu.
Bu, mungkin aku tak tahu bagaimana
rasanya merawatku saat kecil. Aku yang sering menangis di malam hari, aku yang
tak luput dari sakit. Aku yang membuatmu harus berlarian saat menyuruhku mandi. Aku tahu bagaimana susahnya engkau
saat membesarkanku.
Tak lelah saat kau menjawab setiap
rasa penasaranku. Aku yang selalu bertanya berulang-ulang padamu pada hal yang
sama. Kau begitu sabar dan tersenyum menjawab ibu.
Dekapanmu, kehangatan yang kau
berikan. Saat tubuh mungilku kedinginan. Pelukanmu menghangatkan relung hatiku.
Dekapanmu membuatku nyaman, mebuatku kembali tersentak bahwa kau sangat
menyayangiku.
Dalam lelapmu aku tersentak, betapa
lelahnya dirimu ibu. Kau bekerja mencari uang demi keperluanku, kau mengurusku
demi masa depanku. Betapa lelahnya dirimu ibu. Belasan tahun kau merawatku.
Belasan tahun kau curahkan kasih sayangmu.
Bu, semua yang ku berikan nanti padamu
mungkin tak bisa membalas semua yang kau berikan padaku. Aku tahu kau tak
meminta apa-apa dariku ibu. Kau hanya inginkanku bahagia. Kau hanya inginkanku
bahagia itu saja.
Bu, sungguh hebat sesak dadaku saat
ini, saat potongan-potongan kebersamaanku denganmu terulang di otakku. Bu,
sungguh, aku sungguh menyanyangimu. Semua kebersamaan itu terungkap dalam degup
memoar cahaya.
Bu, aku kini tumbuh dewasa. Aku
kini melangkah maju demi masa depanku. Tak ada kesuksesan tanpa ada ibu di
belakangku. Bu, maafkan aku yang sering mengeluh tentangmu. Tentang masakanmu
yang kurang aku nikmati. Tentang engkau yang terkadang lupa membangunkanku.
Aku sering marah padamu. Tak hayal
bila kata-kataku menyakitimu. Aku selalu membantah saat semua perkataanmu tak
bisa aku terima. Inilah aku ibu, gadis kecilmu dulu yang penurut, yang
menggemaskan dan selalu membuatmu tersenyum. Kini sering membuatmu kecewa.
Maafkan aku ibu. Maafkan aku.
Sikapku ini bukan karena aku tak
menyayangimu. Aku ingin tumbuh sepertimu ibu, tumbuh sebagai wanita yang
mandiri, wanita yang tegar. Ma’afkan aku bila selalu mengacuhkanmu ibu. Aku
sadar ibu dan aku bersyukur. Aku tidak tahu bagaimana rasanya menjadi orang
yang jauh dari ibunya, menjadiorang yang sibuk dengan dirinya dan lupa akan
ibunya. Aku tak ingin seperti itu bu.
Namun, suatu saat nanti bila ku
pergi, berpisah denganmu. Demi menggapai asaku, aku mohon padamu ibu, restuilah
langkahku. Aku pergi bukan untuk selamanya, bukan tuk meninggalkanmu. Aku pasti
kan kembali pada dirimu, karena kau adalah tanggung jawabku.
Kau surga yang harus aku kejar, kau
cahaya yang harus selalu menerangi hidupku ibu. Kau adalah anugerah Tuhan yang
paling indah. Aku menyayangimu.
Maafkan aku Tuhan, maafkan aku
karena tidak mesyukuri akan nikmatmu. Maafkan aku telah menyia-nyiakan malaikat
ku. Malaikat yang kau kirim untuk selalu berada disampingku. Malaikat yang
selalu membangunkanku saat aku terjatuh. Saat aku gelisah. Malaikat itu sungguh
mulia.
Tuhan, izinkan aku tuk
membahagiakaannya, tuk membasas segala pengorbanannya. Tuk membuatnya bangga
kepadaku. Dan membuat mereka merasa bahwa aku dibesarkan tidak sia-sia. Dan aku
mampu untuk itu semua.
Buk tak banyak kata yang dapat ku
ukir, tak banyak rasa yang dapat aku sebut. Karena semua rasaku, semua tujuan
hidupku adalah dirimu. Hanya kau ibu, dan bersama ayah kau membuatku hidup.
Bu, rasa sayangku bukanlah kata
yang mendayu-dayu. Rasa sayangku bukanlah kata yang sulit di mengerti. Tapi
rasa sayangku adalah rasa sayang benar-benar ada. Rasa sayang kau sendiri telah
menyadarinya
Bu, maafkan aku bila lewat surat
ini aku sampaikan padamu. Kau tahu ibu, aku terlalu takut. Aku taku metapa mata
teduhmu itu. Aku takut bila suatu saat nanti aku tak dapat melihatnya.
Bu, sampai kapanpun, dimanapun dan
bagaimanapun keadaannya. Aku sangat menyayangimu, menyanyangi dari segenap
rasaku.
Kau tahu ibu, tak ada cahaya yang
terang, tak ada sinaran rembulan yang paling terang, kecuali sinaran kasih
sayangmu. Yang mampu menerangi lebih dari sinaran di dunia ini.
Dan kau tahu ibu, tak ada orang
yang bisa menggantikan posismu disini. Ya disini di dalam hatiku.