Monday, May 11, 2015

sejuta kata untuk Ibu



Tak ada cahaya yang paling bersinar di dunia ini,
kecuali sinaran kasih sayangmu ibu.

Buk...
Masih ingatkah engkau saat pertama kalinya aku menyebut dirimu dengan sebutan ibu? Setelah beberapa kali kau mengajariku untuk memanggilmu Ibu. Kau begitu sabar hingga aku bisa memanggilmu dengan sempurna. Ibu.
Buk..masih ingatkah engkau saat gadis kecilmu ini terjatuh dan menangis? Saat gadis kecilmu ini kau ajari tuk berjalan, hingga aku dapat berlari? Saat nakal-nakalnya aku dan membuatmu kesal. Hey kau slalu tersenyum padaku.
Mungkin tak ku ingat lagi, saat kau mengajariku berbicara, saat kau mengenalkanku pada dunia. Sampai saat ini kau masih saja ingat. Sesekali kau ceritakan masa kecilku. Betapa nakalnya aku. Betapa aku selalu merepotkanmu.
Bu, kau tunjukkan pada dunia bahwa aku hadir dalam hidupmu. Kau tebarkan kebahagiaan bahwa aku telah tumbuh dewasa. Aku selalu kau hadirkan dalam lantunan doamu.
Bu, mungkin aku tak tahu bagaimana rasanya merawatku saat kecil. Aku yang sering menangis di malam hari, aku yang tak luput dari sakit. Aku yang membuatmu harus berlarian saat menyuruhku  mandi. Aku tahu bagaimana susahnya engkau saat membesarkanku.
Tak lelah saat kau menjawab setiap rasa penasaranku. Aku yang selalu bertanya berulang-ulang padamu pada hal yang sama. Kau begitu sabar dan tersenyum menjawab ibu.
Dekapanmu, kehangatan yang kau berikan. Saat tubuh mungilku kedinginan. Pelukanmu menghangatkan relung hatiku. Dekapanmu membuatku nyaman, mebuatku kembali tersentak bahwa kau sangat menyayangiku.
Dalam lelapmu aku tersentak, betapa lelahnya dirimu ibu. Kau bekerja mencari uang demi keperluanku, kau mengurusku demi masa depanku. Betapa lelahnya dirimu ibu. Belasan tahun kau merawatku. Belasan tahun kau curahkan kasih sayangmu.
Bu, semua yang ku berikan nanti padamu mungkin tak bisa membalas semua yang kau berikan padaku. Aku tahu kau tak meminta apa-apa dariku ibu. Kau hanya inginkanku bahagia. Kau hanya inginkanku bahagia itu saja.
Bu, sungguh hebat sesak dadaku saat ini, saat potongan-potongan kebersamaanku denganmu terulang di otakku. Bu, sungguh, aku sungguh menyanyangimu. Semua kebersamaan itu terungkap dalam degup memoar cahaya.
Bu, aku kini tumbuh dewasa. Aku kini melangkah maju demi masa depanku. Tak ada kesuksesan tanpa ada ibu di belakangku. Bu, maafkan aku yang sering mengeluh tentangmu. Tentang masakanmu yang kurang aku nikmati. Tentang engkau yang terkadang lupa membangunkanku.
Aku sering marah padamu. Tak hayal bila kata-kataku menyakitimu. Aku selalu membantah saat semua perkataanmu tak bisa aku terima. Inilah aku ibu, gadis kecilmu dulu yang penurut, yang menggemaskan dan selalu membuatmu tersenyum. Kini sering membuatmu kecewa. Maafkan aku ibu. Maafkan aku.
Sikapku ini bukan karena aku tak menyayangimu. Aku ingin tumbuh sepertimu ibu, tumbuh sebagai wanita yang mandiri, wanita yang tegar. Ma’afkan aku bila selalu mengacuhkanmu ibu. Aku sadar ibu dan aku bersyukur. Aku tidak tahu bagaimana rasanya menjadi orang yang jauh dari ibunya, menjadiorang yang sibuk dengan dirinya dan lupa akan ibunya. Aku tak ingin seperti itu bu.
Namun, suatu saat nanti bila ku pergi, berpisah denganmu. Demi menggapai asaku, aku mohon padamu ibu, restuilah langkahku. Aku pergi bukan untuk selamanya, bukan tuk meninggalkanmu. Aku pasti kan kembali pada dirimu, karena kau adalah tanggung jawabku.
Kau surga yang harus aku kejar, kau cahaya yang harus selalu menerangi hidupku ibu. Kau adalah anugerah Tuhan yang paling indah. Aku menyayangimu.
Maafkan aku Tuhan, maafkan aku karena tidak mesyukuri akan nikmatmu. Maafkan aku telah menyia-nyiakan malaikat ku. Malaikat yang kau kirim untuk selalu berada disampingku. Malaikat yang selalu membangunkanku saat aku terjatuh. Saat aku gelisah. Malaikat itu sungguh mulia.
Tuhan, izinkan aku tuk membahagiakaannya, tuk membasas segala pengorbanannya. Tuk membuatnya bangga kepadaku. Dan membuat mereka merasa bahwa aku dibesarkan tidak sia-sia. Dan aku mampu untuk itu semua.
Buk tak banyak kata yang dapat ku ukir, tak banyak rasa yang dapat aku sebut. Karena semua rasaku, semua tujuan hidupku adalah dirimu. Hanya kau ibu, dan bersama ayah kau membuatku  hidup.
Bu, rasa sayangku bukanlah kata yang mendayu-dayu. Rasa sayangku bukanlah kata yang sulit di mengerti. Tapi rasa sayangku adalah rasa sayang benar-benar ada. Rasa sayang kau sendiri telah menyadarinya
Bu, maafkan aku bila lewat surat ini aku sampaikan padamu. Kau tahu ibu, aku terlalu takut. Aku taku metapa mata teduhmu itu. Aku takut bila suatu saat nanti aku tak dapat melihatnya.
Bu, sampai kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun keadaannya. Aku sangat menyayangimu, menyanyangi dari segenap rasaku.
Kau tahu ibu, tak ada cahaya yang terang, tak ada sinaran rembulan yang paling terang, kecuali sinaran kasih sayangmu. Yang mampu menerangi lebih dari sinaran di dunia ini.
Dan kau tahu ibu, tak ada orang yang bisa menggantikan posismu disini. Ya disini di dalam hatiku.

No comments:

Business

Social

Follow Us Instagram @nurilaphasa