BOOK REVIEW – Pulang
Oleh : Tere Liye
Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Cetakan : Ke XV,
Februari 2016
ISBN : 978-602-08-2212-9
|
Review
“Hidup ini adalah perjalanan panjang dan tidak selalu mulus. Pada hari ke berapa dan pada jam ke berapa, kita tidak pernah tahu, rasa sakit apa yang harus kita lalui. Kita tidak tahu kapan hidup akan membanting kita dalam sekali, membuat tertunduk, untuk kemudian emmaksa kita mengambil keputusan. Satu-dua keputusan itu membuat kita bangga, sedangkan sisanya lebih banyak emnghasilkan penyesalan” -Hal 262
Pulang. Siapa yang tidak ingin pulang? Apalagi setelah
merantau ke tanah orang? Pulang, jika mengucapkannya akan merasakan rindu yang
kian dalam. Mengingat mereka yang berada jauh di sebrang, kebersamaan yang kian
membayang.
Aku ingin Pulang. Bukan “Pulang”
dalam artian seseorang berada di tempat lain dan ingin pulang ke rumah. Namun
“Pulang” dalam arti lain. “Pulang” ke dalam sesuatu hal yang sehaurusnya ia
kembali. Kedamaian hati. Pulang kepada
panggilan Tuhan.
Namanya Bujang, eh bukan-bukan
melainkan Si Babi Hutan, tapi bukan juga, nama aslinya Agam. Seorang anak yang
tinggal di daerah Sumatra. Bersama Mamak dan juga Bapak. Berumur lima belas
tahun yang tidak sekolah dan menjadi Si Babi Hutan. Bagaimana bisa?
Ini kisah tentang ShadowEconomi, tentang si jagal nomer
satu. Ia bercerita tentang pasar gelap, yagn mernangkan ingin menjadi bersih
meski tetap saja ilegal. Tentang dunia baru yang mungkin bisa menjadi pemahaman
bahwa di dunia beginilah adanya. Tidak sedamai dan setentram yang kita kira.
Aku suka ketekatan Bujang dan
juga prinsipnya. Meski aku tidak mendapat gambaran yang jelas sosok Bujang
seperti apa wajahnya. Tapi itu tidak masalah. Penggambaran karakternya lebih ku
kenal daripada penggambaran fisiknya. Beda dengan Si pendek, gempal dan bermata
sipit. Aku jelas bisa membayangkan seperti apa rupanya wkwk dia adalah Teuke
Muda, sahabat karib Samad alias bapak Bujang. Yang membawa kehidupan baru untuk
Bujang dan juga masa depan yang cemerlang. Meski Mamak sempat menangis
meringkuk tidak rela Bujang jauh darinya. Tapi apa boleh buat? Sebagaimanpun
orang tua menjaga anak, akan ada saatnya mereka harus berpisah. Entah untuk
menuntut ilmu, ataupun memiliki keluarga baru. Seorang anak akan tetap berpisah
dengan orang tuanya dan menjalani kehidupannya secara sendiri.
Jangan terlalu percaya sama orang yang ada disekitar kita. Bukan
maksud Nuri untuk mengajari kalian seudzon bukan. Melainkan waspada. Karena
kita tidak tahu apa yang ada dipikiran orang lain. Musuh terkadang bukan siapa
mereka yang tampak, melainkan dari siapa yang tampak membela. Atau bisa
dibilang pengkhianat. Dan di novel ini, jelas. Pengkhianat itu ada bukan karena
kecemburuan atau ketidaksukaan yang terjadi. Tapi terkadang, masa lalu yang
belum terobati itulah menjadi pemicunya. Dendam.
“Bersabarlah, maka gunung-gunung akan luruh dengan sendirinya, lautan akan kering. Biarkan waktu menghabisi semuanya” – hal 288
Novel ini juga mengajarkan
tentang kesetiaan. Sebuah kesetiaan yang bukan hanya secara emosional ataupun
sebuah ancaman. Melainkan kesetiaan itu akan memanggil mereka yang benar-benar
setia. Di saat kehancuran terjadi, disanalah kau akan menemukan orang-orang
yang setia kepadamu.
Selain itu, Nuri juga dapat hal
baru. Bahwa pulang adalah jalan kita
kembali setelah melalang buana dengan kehidupan ini. Pulanglah dengan pulang kau akan mengerti kepada siapa dan mengapa
kehidupan ini terjadi.
So, untuk konco Nuri. Ini rekomen
banget. Ceritanya ngga melulu soal cinta. Meski kisah cinta kedua orang tua
Bujang adalah lebih untuk bikin hati miris karena sedih. Lebih kepada
kekeluargaan, kesetiaan, dunia luar dan juga prinsip hidup yang sesungguhnya.
Beberapa Quotes dari Novel Pulang.
“Mereka boleh jadi bertengkar dengan saudara sendiri, tidak sependapat dengan sepupu sendiri, tapi ketika datang orang asing, musuh, mereka akan bersatu padu, melupakan semua perbedaan” – hal 45
“Hidup ini sebenarnya perjalanan panjang, yang setiap harnyai disaksikan oleh matahari” – hal 336
“Jangan dilawan semua hari-hari menyakitkan itu, Nak. Jangan pernah kau lawan. Karena kau pasti kalah. Mau semuak apapun kau dengan hari-hari itu, matahari akantetap terbit indah seperti kita lihat sekarang. Mau sejijik apapun kau dengan hari-hari tu, matahari akantetao memenuhi janjinya, terbit dan tebrit lagi tanpa peduli apa perasaanmu. Kau keliru sekali jika berusaha melawannya, membencinya, itu tidak pernah menyelesaikan masalah” – hal 339
“Pelu erat-erat. Dekap seluruh kebencian itu. hanya itu cara agar hatimu damai, Nak. Semua pertanyaan, semua keraguan, semua kesemasan, semua kenangan masa lalu, peluklah mereka erat-erat. Tidak perlu disesali, tidak perlu membenci, buat apa? Bukankah kita selalu bisa melihat hari yang indah meski di hari seburuk sekalipun?” – hal 339
“Hidup ini tidak pernah tenatang mengalahkan siapapun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah menenangkan seluruh pertempuran” – hal 341
“Akan ada hari-hari menyaktikan dan kita tidak tahu kapan hari itu menghantam kita. Tapi, akan selalu ada hari-heri berikutnya, memulai bab yang baru bersama matahari terbit” – hal 345
“Sungguh, sejauh apapun keidupan menyesatkan, segelap apapun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selali memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang” – hal 400
No comments:
Post a Comment