Tuesday, September 19, 2017

[BOOK REVIEW On Sept] Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin - Tere Liye


Judul : Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Oleh : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama 
Tahun : 2016
ISBN : 978 - 602 - 03 - 3160 - 7



Blurb
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nertapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji massa depan yagn lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.
Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku  lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkand ari takngkai pohonnya.

Review


“Kau memang berhak, Tania. Tetapi kau lupa dia juga berhak untuk tidak mendengar apa yang akan kau sampaikan. Dan bicara soal hak, kau juga berkewajiban membuat rencana pernikahan itu berjalan lancar sebagaimana mestinya. Bukan kacau balau oleh perasaan kekagumanmu itu. Obsesi kekanak-kanakanmu. Lupakan, Tania. Semuanya.” ( Hal. 132)

Tania menemukan malaikat. Penolong bagi kesedihan hidup di keluarganya. Bahkan, tanpa rasa curiga ibu menerimanya dengan lapang dada. Dia selalu membantu segala kesusahan di keluarga Tania. Mulai dari membelikan perlengkapan sekolah, kembali menyekolahkan Tania dan adiknya Dede, hingga memberi ibu modal untuk membuka usaha kue tanpa pernah mau dikembalikan.

Umur Tania masih dua belas tahun saat itu. rambutnya yang terkepan dua dengan pita merah selalu menemaninya mengamen di jalanan atau di bus bersama adiknya. Ayah mereka sudah meninggal tiga tahun lalu. Kehidupan mereka berubah setelahnya, ibupun sering sakit-sakitan. Itulah kenapa Tania dan Dede terpaksa berhenti sekolah dan mengamen setiap hari. Di dalam bus, di sanalah Tania bertemu seorang malaikat. Malaikat yang menjadi penolong, juga menjadi penghangat relung hatinya.

Tania tidak sadar ia jatuh hati, usia yang masih dua belas tahu masih belum mengerti apa arti dari semua perasaan itu. Tapi Tania mengerti apa itu cemburu, ketika dia berjalan bergandeng tangan bersama Kak Ratna yang ternayata kekasihnya sewaktu mereka semua berlibur ke Dunia Fantasi. Dan setiap kali Kak Ratna merebut posisi Tania di samping dia. 

Entah kenapa, segalanya itu berlanjut. Kesedihan yang berganti kebahagian, ini kebahagiaan berganti kesedihan. Hidup memang seperti itu adanya, Ibu meninggal. Tinggallah Tania dan Dede sendiri.
Seperti kata dia bahwa Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, 


“.... daun yang jatuh tak pernah membenci angin... dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.... “ ~ Hal 63


Begitulah kesedihan, biarkan dia pergi seperti angin menerbangkan daun-daun. Biarkan saja.

Ini buku ketiga dari Kak Tere Liye yang pernah aku baca, setelah Sejuta Rasanya. Dan aku benar-benar dibuat menitikkan air mata saat membacanya. Entah kenapa, aku merasa masuk menjadi sosok Tania. Sosok gadis kecil yang tidak sekolah dan menjadipengamen di jalanan. Sosk gadis kecil yang merasakan sebuah perasaan namun hanya memiliknya sendiri. Yaahh, sesesak itulah sebuah perasaaan ketika hanya kau yang tahu dan merasakannya. 

Dengan beribu tanya dan juga prasangka saat perasaan itu benar-benar mulai nyata. Tapi yang bisa dilakukan hanya diam, menatapnya dengan sejuta kebahagiaan, ataupun merutuki karna tak seharusnya rasa itu ada.

Tapi Tania tegar, meski susah payah ia ingin mengingkari itu. karna tak seharsunya ia jatuh cinta terhadap malaikat keluarganya. Karna tak seharusnya ia membiarkan segalanya menjadi rumit hanya karena sebuah perasaan.

Aku juga terhibur dengan sepasang adik kakak antara Tania dan Dede. Dede yang super menjengkelkan namun mencintai kakaknya amat luar biasa. Dede yang cerdas dan tahu apa yang terjadi disekitarannya. Bukan Dede yang kekanak-kanakan, tapi Dede yang bisa berpikir dewasa di atas usianya.
.
Alur ini lembut, karena ia mengalir begitu saja. Aku terpaku dengan perasaan Tania yang semakin hari semakin dalam. Yang hanya bisa diam menyimpan tanpa pernah mengutarakan, yang ada segala prasangka bermunculan di otaknya. Takut, takut kalau ia diabaikan, takut kalau ia ditertawakan dan ang paling takut, takut kalau dia kaan dibenci kemudian dijauhi.

Sosok Danar atau lebih sering disebut dia oleh Tania memang sosok laki-laki yang hangat. Beuuh Nuri jatuh cinta sama dia wkwk apalagi Tania, meski terpaut usia jauh siapa yang tidak jatuh hati dengan sosok macam Danar.

Sejauh Nuri suka membaca, baru dua novel yang bikin Nuri menitikkan air mata. Inilah yang kedua, sukses buat Kak Tere Liye.

Hobby mendongeng dan memiliki kelas mendongeng membuat Nuri terinspirasi. Membuat Nuri ingin memilikinya juga kelak, dengan ruangan penuh buku, anak-anak yang ceria serta dongeng yang menjadi pembentuk karakter mereka perlahan. Dongeng, ah semoga terwujud amin.

Dari daun yang tak pernah membenci angin Nuri belajar tentang hubungan dengan orang lain yang menjadi keluarga, tentang hebatnya hubungan adik kakak, tentang cinta, persahabatan, kemandirian, keikhlasan, serta tentang artinya merelakan. Membiarkannya seperti angin yang menerbangkan daun, yang membaut ia terpisah dari tangkai pohonnya.

Karya yang indah, membuatku terduduk manis di depan pintu kamar kos menghiraukan semua orang hanya karena ingin menuntaskan membacanya. Yang selama ini teronggok di kumpulan novel lainnya mencari waktu yang tepat membacanya haha. Kan nuri gamau lagi asiknya baca diganggu hehe peace V.
Satu lagi, biarkan semua berlalu. Jangan di sesali, karena hidup harus tetap berjalan.

No comments:

Business

Social

Follow Us Instagram @nurilaphasa