Judul : Daun yang Jatuh Tak
Pernah Membenci Angin
Oleh : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2016
ISBN : 978 - 602 - 03 - 3160 - 7
|
Blurb
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan ibu
dari kehidupan jalanan yang miskin dan nertapa. Memberikan makan, tempat
berteduh, sekolah, dan janji massa depan yagn lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang,
perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku
membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas.
Maafkan aku, ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak
tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.
Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri,
biarlah... biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak
pernah membenci angin meski harus terenggutkand ari takngkai pohonnya.
Review
“Kau memang berhak, Tania. Tetapi kau lupa dia juga berhak untuk tidak mendengar apa yang akan kau sampaikan. Dan bicara soal hak, kau juga berkewajiban membuat rencana pernikahan itu berjalan lancar sebagaimana mestinya. Bukan kacau balau oleh perasaan kekagumanmu itu. Obsesi kekanak-kanakanmu. Lupakan, Tania. Semuanya.” ( Hal. 132)
Tania menemukan malaikat. Penolong bagi kesedihan hidup di
keluarganya. Bahkan, tanpa rasa curiga ibu menerimanya dengan lapang dada. Dia selalu membantu segala kesusahan di
keluarga Tania. Mulai dari membelikan perlengkapan sekolah, kembali
menyekolahkan Tania dan adiknya Dede, hingga memberi ibu modal untuk membuka
usaha kue tanpa pernah mau dikembalikan.
Umur Tania masih dua belas tahun
saat itu. rambutnya yang terkepan dua dengan pita merah selalu menemaninya
mengamen di jalanan atau di bus bersama adiknya. Ayah mereka sudah meninggal
tiga tahun lalu. Kehidupan mereka berubah setelahnya, ibupun sering
sakit-sakitan. Itulah kenapa Tania dan Dede terpaksa berhenti sekolah dan
mengamen setiap hari. Di dalam bus, di sanalah Tania bertemu seorang malaikat.
Malaikat yang menjadi penolong, juga menjadi penghangat relung hatinya.
Tania tidak sadar ia jatuh hati,
usia yang masih dua belas tahu masih belum mengerti apa arti dari semua
perasaan itu. Tapi Tania mengerti apa itu cemburu, ketika dia berjalan bergandeng tangan bersama Kak Ratna yang ternayata
kekasihnya sewaktu mereka semua berlibur ke Dunia Fantasi. Dan setiap kali Kak
Ratna merebut posisi Tania di samping dia.
Entah kenapa, segalanya itu
berlanjut. Kesedihan yang berganti kebahagian, ini kebahagiaan berganti
kesedihan. Hidup memang seperti itu adanya, Ibu meninggal. Tinggallah Tania dan
Dede sendiri.
Seperti kata dia bahwa Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin,
“.... daun yang jatuh tak pernah membenci angin... dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.... “ ~ Hal 63
Begitulah kesedihan, biarkan dia
pergi seperti angin menerbangkan daun-daun. Biarkan saja.
Ini buku ketiga dari Kak Tere Liye
yang pernah aku baca, setelah Sejuta
Rasanya. Dan aku benar-benar dibuat menitikkan air mata saat membacanya.
Entah kenapa, aku merasa masuk menjadi sosok Tania. Sosok gadis kecil yang
tidak sekolah dan menjadipengamen di jalanan. Sosk gadis kecil yang merasakan
sebuah perasaan namun hanya memiliknya sendiri. Yaahh, sesesak itulah sebuah
perasaaan ketika hanya kau yang tahu dan merasakannya.
Dengan beribu tanya dan juga
prasangka saat perasaan itu benar-benar mulai nyata. Tapi yang bisa dilakukan
hanya diam, menatapnya dengan sejuta kebahagiaan, ataupun merutuki karna tak
seharusnya rasa itu ada.
Tapi Tania tegar, meski susah
payah ia ingin mengingkari itu. karna tak seharsunya ia jatuh cinta terhadap malaikat keluarganya. Karna tak
seharusnya ia membiarkan segalanya menjadi rumit hanya karena sebuah perasaan.
Aku juga terhibur dengan sepasang
adik kakak antara Tania dan Dede. Dede yang super menjengkelkan namun mencintai
kakaknya amat luar biasa. Dede yang cerdas dan tahu apa yang terjadi
disekitarannya. Bukan Dede yang kekanak-kanakan, tapi Dede yang bisa berpikir
dewasa di atas usianya.
.
Alur ini lembut, karena ia
mengalir begitu saja. Aku terpaku dengan perasaan Tania yang semakin hari
semakin dalam. Yang hanya bisa diam menyimpan tanpa pernah mengutarakan, yang
ada segala prasangka bermunculan di otaknya. Takut, takut kalau ia diabaikan,
takut kalau ia ditertawakan dan ang paling takut, takut kalau dia kaan dibenci
kemudian dijauhi.
Sosok Danar atau lebih sering
disebut dia oleh Tania memang sosok
laki-laki yang hangat. Beuuh Nuri jatuh cinta sama dia wkwk apalagi Tania,
meski terpaut usia jauh siapa yang tidak jatuh hati dengan sosok macam Danar.
Sejauh Nuri suka membaca, baru dua
novel yang bikin Nuri menitikkan air mata. Inilah yang kedua, sukses buat Kak
Tere Liye.
Hobby mendongeng dan memiliki
kelas mendongeng membuat Nuri terinspirasi. Membuat Nuri ingin memilikinya juga
kelak, dengan ruangan penuh buku, anak-anak yang ceria serta dongeng yang
menjadi pembentuk karakter mereka perlahan. Dongeng, ah semoga terwujud amin.
Dari daun yang tak pernah membenci
angin Nuri belajar tentang hubungan dengan orang lain yang menjadi keluarga,
tentang hebatnya hubungan adik kakak, tentang cinta, persahabatan, kemandirian,
keikhlasan, serta tentang artinya merelakan. Membiarkannya seperti angin yang
menerbangkan daun, yang membaut ia terpisah dari tangkai pohonnya.
Karya yang indah, membuatku terduduk
manis di depan pintu kamar kos menghiraukan semua orang hanya karena ingin
menuntaskan membacanya. Yang selama ini teronggok di kumpulan novel lainnya
mencari waktu yang tepat membacanya haha. Kan nuri gamau lagi asiknya baca
diganggu hehe peace V.
Satu lagi, biarkan semua berlalu.
Jangan di sesali, karena hidup harus tetap berjalan.
No comments:
Post a Comment