Tuesday, July 19, 2016

Cerpen Cintai aku apa adanya. inspired by BLINK



Halo Readers. Assalamualaikum. 

Setelah sekiaan lama, aku menunggu untuk kedatanganmu *plaak di tampar ornags keampung, malah nyanyid angdut wkwk.

Hai. Hai haii. Duh lama ga menyapa kalian semua para readers yang baik hati budiman dan rajin menabung haha. Oh ya, kali ini aku bawa cerpen perdana kau. Yup perdana! Setelah berbulan-bulan focus sama UN dan hasilnya meski tidak memuaskan. Dan juga berbulan-bulan aku disibukkan dnegan mencari kuliah sampai ga dapet. Hingga ngerjain novel yang ga selesai-selesai.

Akhirnya aku bikin cerpen ini. Cerpen inspired by BLINK dan lagunya pak PONGKI BARATA “Seperti yang kau minta”
Semalam, baru smepet nonton di youtube saat BLINK lai di MARKISA dan saat nyanyiin lagu ini, beuhh ane baper gaan hiks hiks hiks :”( dan kemudian lahirlah cerpen ini.

Ini cerpen beneran perdana bangeeettt. Pagi tadi aku buat. Hingga adzan dhuhur dan akhirnya selesai. Dan aku post deh.
Have fun yak. Maapkeun typo. Maapkeun kalau garett. Maepkeun kalo jekek, maapkeun kalo nyambung.

Ini hanyalah sebuah cerpen yang nafsu sayan buat hanya Karen aingin memvisualisasikan lirik lagu tersbeut menajadi sbeuah cerpen. Oek deh. Maapkeun skali lagi kalau aneh. Penulisnya bukan penulsi professional yang udah ahli. Oke.

Langsung yuk. Selamat mennikmatiiii. Daaahh. See di lain cerpen, cerbung, artikel dsb :* Big Love. Jangan lupa coment untuk kritik dan saran guys.

*PS: biar greget, sambil dengerin lagunya yak “Seperti yang kau minta”- Pongky. Atau dari Blink. :) 

 
Blink : seperti yang kau inginkan (youtube : seperti yang kau inginkan. b link markisa ttv.)



 sumber: google

Cintai Aku Apa Adanya

Di suasana malam proomnight, panggung berukuran 17X10 m2 dengan satu set lighting lengkap. Sederhana namun tampak megah itu, sedari tadi membuat penonton berdecak kagum. Bukan hanya sinaran lighting yang memukau. Tetapi juga penampilan yang di tampilkan dalam acara proomnight tersebut.

“Baik, langsung saja. Kita sambut. BLINK” teriak MC dan disambut tepukan tangan yang meriha dan teriakan nama “Blink! Blink Blink!” menggema memenuhi lapangan.

Empat dara muda dengan mini dress dan riasana make-up natural itu muncul drai balik panggung. Mereka adalah IFY, SIVIA, FEBBY, dan juga PRICILLA.

Setelah dipersilahkan. Mereka mengambil posisi. Pricilla duduk di sebuah kursi dengan memangku gitar. Begitu juga dengan yang lainnya duduk di sebuah kursi dengan microphone di tangan mereka masing-maisng.

Petikan senar gitar yang idmainkan Pricilla mulai berbunyi. Membentuk sebuah nada dan terdengar alunan yang begitu indah. Suasana yang tadinya riuh menjadi hening. Semua penonton menikmati permainan gitar Pricilla.

Saat bibir Pricilla mulai terbuka dan mengalunkan sebuah lirik. Suasana hening. Hanya petikan gitar Pricilla dan suaranya yang terdengar. Semua terhanyut. Seakan merasakan, terbawa dalam cerita lagu yang dinyanyikan Blink.

Maafkan aku tak bisa memahami maksud amarahmu
Membaca dan mengerti isi hatimu

“Ayo! Masih kurang dua putaran lagi Pric!” teriak Johan di tepi lapangan. Tangan kirinya memegang stopwatch sedangkan tangan kanannya berdecak pinggang.

Pricilla yang mengenakan trining selutut dengan kaos oblong itu menghentikan langkah kakinya. Jantungnya berdegup lebih cepat dan nafasnya mulai tersengal. Peluh dari dahinya bergulir membahasahi pipinya. Sesekali ia mengusapnya dan mengencangkan ikatan kuda rambutnya.

“Aku capek!” teriak Pricilla di sebrang.
 
“Tapi kurang dua putaran lagi Pric!” suara Johan terdengar kesal.

Pricilla menghela nafas panjang. Ia mendesah. Kalau saja Johan bukan kekasihnya. Lelaki berpostur tinggi tegap itu sudah ia jadikan ayam cincang.
 
Pricilla pun berlari ke arah Johan berdiri. Kali ini, kedua tangannya berdecak pinggang.

“Udah.. yaa. Hhh” ucap Pricilla dengan nafas tersengal. Ia menghempaskan bokongnya begitu saja di tepi lapangan. Mensejajarkan kakinya lalu memijatnya ringan. 

Johan geleng-geleng kepala melihat tingkah Pricilla. 

“Sekarang kita shit-up, setelah itu Push-Up” ucap johan. Membuat Pricilla terbelalak.

What?!, nggak deh nggak,” Pricilla menggelengkan kepalanya. Lalu mendongak “jangan becanda. Aku beneran udah capek”

“Olahraga memang capek Pric. Ga ada olahraga yang ga capek!” suara Johan sedikit meninggi.

Pricilla yang tersinggung akan hal itu beranjak dari duduknya. Menatap Johan tajam. Meski Johan lebih tinggi darinya. Pricilla masih bisa menatap mata itu dalam.

“Kalau kamu mau olahraga terus. Olahraga aja sendiri. Ga usah ajak-ajak aku!!” ucap Pricilla dengan menahan amarahnya. Gadis itu berlalu meninggalkan Johan.

“Hei! Pricilla! Ini belum selesai!!” teriakan Johan berlalu begitu saja.

Pricilla tidak memperdulikannya. Ia tetap berlalu meninggalkan Johan yang berusaha memanggil namanya untuk berbalik. Kali ini Pricilla sedang kalut.

Nafasnya memburu. Bukan karena efek ia berlari tadi. Melainkan efek atas kemarahannya yang tertahan.

“Oh My God” desah Pricilla lelah.

^_^

Ampuni aku yang telah memasuki kehidupan kalian
Mencoba mencari-cari celah hatimu

Suasana restoran bernuansa klasik kali ini cukup ramai. Lalu lalang orang-orang berpasangan maupun keluarga cukup memenuhi ruangan in door restosar bertema klasik-modern ini.

Ify duduk di salah satu meja restoran yang berhadapan langsung dengan air mancur besar khas restoran itu. Ia berada di luar restoran. Menikmati suara gemricik air dan hembusan angina. Tangannya tak henti-hetin menggoreskan sebuah kata demi kat ahingga menjadi bait. Mata almond di balik kaca mata minus nya itu tampak sesekali terpejam. Merasakan kebisingan alam yang menenagkan.

“Fy!” panggil seseorang di sampingnya yang sedari tadi bersamanya.

Ify menoleh ke arah suara. Lalu tersenyum. Ia melepas kacamatanya. Dan menatap laki-laki berwajah oval itu. Senyuman dan tatapannya seakan mengatakan sebuah pertanyaan “kenapa?” untuk laki-laki itu.

“Hahh” laki-laki itu mendesah, ia meletakkan secangkir coklat yang  tadi di tiupnya, menyenderkan punggungnya ke kursi dan melipat kedua tangannya. Ia menatap Ify kali ini.

“Ga bosan dari tadi nulis, ha? Sebenarnya tujuan kita kesini ngapain sih Fy” ucap laki-laki itu. Ia mendesah kecewa. Hal itu terlihat jelas dalam ucapannya.

Ify mengeryitkan dahinya. “Bukannya kamu yang mengajakku kesini untuk menemanimu makan?”

“Iya. Terus apa yang kamu lakukan?! Aku memintamu menemaniku Fy. Menemaniku!”

“Marcel, ada yang salah?” tanya Ify kepada orang yang sedang beragumen padanya.

Marcel mendesah. Ia mmebuang muka ke arah lain. Lalu menggeleng. “Lanjutkan” ucapnya kemudian tanpa menatap Ify.

Ify hanya mengangkat bahu. Kembali memakai kacamatanya dan focus terhadap goresan di kertas putih dihadapannya.

Sepulang dari restoran, jalan setapak tampak sepi. Marcel menyusurinya. Mengikuti langkah kaki Ify dari belakang. Gadis itu sibuk menatap alam, melakukan apa yang dilakukannya. Marcel hanya terdiam di belakangnya. Sesekali Marcel mengalihkan perhatian Ify namun selalu gagal. Lama-lama Marcel kesal. Setiap mereka jalan berdua, Ify hanya sibuk dengan dunianya.

Marcel menyadari bahwa Ify pendiam, cuek dan tidak memperdulikan dirinya. Sesekali membuat gadis itu untuk cemburu, gadis itu terlihat biasa-biasa saja. 

“Fy” panggil Marcel

Ify berbalik ke arah Marcel

            “Aku mau pulang”

Ify mengeryit, tampak berpikir. Lalu mengangguk “Oke”

“Oke?” Marcel mengulang kata Ify dengan pertanyaan.

Ify mengangguk mantap “Kalau kamu mau pulang, aku gapapa. Aku masih bisa sendiri”

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Marcel berbalik dan melangkah pergi. Bahkan, Ify tidak mencegahnya seperti apa yang diharapkannya.

^_^

Aku tau ku takkan bisa menjadi seperti yang engkau minta
Namun selama nafas berhembus aku kan mencoba menjadi seperti yang kau minta

Penonton mengangkat kedua tangan mereka. Bergoyang lembut sesuai alunan ke kanan dan ke kiri. Beberapa dari mereka memejamkan mata. Merasakan alunan lagu itu merasuk menohok hatinya. Membuat semua kenangan yang tersimpan rapi di sudut hati yang paling kosong. Teringat.

^_^

Ampuni aku yang telah memasuki kehidupan kalian
Mencoba mencari-cari celah hatimu

Alif sedang berdiri di depan rumah Sivia dengan menyender di mobilnya. Kekasihnya itu memang bukan seperti cewek kebanyakan yang harus ditungu lama karena make-up atau hal lain untuk mempersiapkan dirinya tampil cantik di depan pacarnya. 
 
“Alif!!” teriak Sivia sambil melambaikan tangannya saat keluar dari rumah.

Alif tersenyum. Baru saja ia berdiri lima menit di dpean rumah Sivia. Dan lima menit yang lalu gadis itu mengatakan kana bersiap-siap. Dan lihatlah, kini ia sudah rapi. Tapi.

“Lepas Vi” ucap Alif sembari melepas topi dari kepala Sivia.  Gadis itu sempat mengelak, tapi tangan Alif sudah berhasil melepas topi dari kepalanya.

“Kenapa dilepas sih Lif?” gerutu Sivia.

Lelaki dihadapannya itu menggeleng. Membuang topi itu begitu saja. Mata Siviaterbelalak melihat topinya tersungkur di tanah begitu saja.

“Kita mau ke acara pesta ulang tahun teman aku Via. Dan lihat penampilan kamu” ucap alif dengan memandang Sivia dari kaki hingga atas kepalanya. Ia hanya mengenakan jenas abu-abu dan sedikit sobek di salah stau lututnya. Dan hem bergaris serta tas selempang yang menggantung cantik dipundaknya.

Sivia ikut memandangi kaki hingga bagian atas tubuhnya. Ia mendesah. “Apa yang salah? Yang penting aku berpakaian rapi dan sopan”

“Sivia! Kita mau ke pesta. Bukan ke taman kota! Oke kalau setiap kamu jalan sama aku berpenampilan seperti ini. Tapi please, tidak untuk acara kali ini. Kamu bis amemakai gaun yang aku belikan kemarin”

“Aku tidak mau memakainya”

What?!”

“Lif! Lagian kita itu bukan ke pesta bergedung dengan undangan dan dress code. Kita Cuma akacar makan-makan dan mungin hanya potong kue di restoran. Ga usah alay ngatakan kita kaan pesta”

Wajah alif yang tadinya menenangkan terlihat berubah. Lelaki itu tampak kesal.

“Oke! Kalau itu mau kamu! Aku hanya mau melihat kamu berdandan feminism! Bukan seperti preman pasar seperti ini!” Alif langsung membuka pintu mobilnya dan memasukinya.

Mesin mobil menyala dan ia pergi begitu saja. Sivia kesal dibuatnya. Alif selalu saja menuntut untuk Sivia berpenampilans eperti cewek kebanyakan. Rok di atas lutut dan atasan terbuka. 

Sorry Lif, itu bukan passionku” desah Sivia lalu kembali masuk ke dalam rumahnya.
^_^
Air danau tampak keemasan, terkena sinaran matahari yang mulai menuruni langit. Hari mulai senja. Namun suasana taman kota tampak begitu ramai. Entah orang-orang sedang menikmati sore weekend, menenangkan diri, mencari angina segar atau bahkan menghabiskan waktu bersama sahabat maupun kekasih. Senja kali ini berbeda. Burung-burung dara yang biasa berada di dalam sarang, kini berterbangan seakan ikut menari-nari menebar keceriaan di sore hari.

“Kamu kayak anak kecil. Makan es krim pakek cemot-cemot segala haha” goda  Adit mendapati daerah skeitar mulut Febby terkna es krim.

“Masa sih?” Febby mencoba untuk membersihkannya. Namun ia tidak tahu dimana letak es krim yang mengotori mulutnya.

“Sini” ucap Adit. Ibu jarinyapun membersihkan es krim itu dari mulut Febby. Sepersekian detik mereka terdiam. Tangan Adit masih berada di pipi Febby. Dan sedetik kemudian mereka tersadar lalu tertawa.

“Aku selalu kalap kalau udah sama es krim hehe” ucap Febby.

Adit tersenyum sembari menggigit bagian ujung es krimnya. 

“Suasananya bahagia banget ya” ucap Adit. Mata laki-laki itu mengamati setiap jengkal wajah Febby.

Febby tersenyum mengangguk. Matanya ia edarkan ke seluruh arah. Menyapu pemandangan dan menangkap keceriaan di taman. Febby menengadahkan wajahnya ke langit. Rambut hitamnya yang tergerai bebas tersapu angina meliuk-liuk.

Adit tidak henti-hentinya mentap sahabatnya. Wajah polos dan cantik Febby selalu membuatnya terpesona. Apalagi menikmati di saat senja seperti ini. Wajah putihnya terlihat lebih bersinar terkena cahaya senja.

“Feb” panggil Adit. Mata laki-laki itu tak lepas dari wajah Febby.

“Umh?” Febby menggiti es krimnya.

“Thanks,” ucapan Adit menggantung. Membuat Febby memiringkan wajahnya. Menatap laki-laki itu mencari tahu.

“Thanks buat?”

Adit mengarahkan pandangannya ke langit. Lebih tepatnya ke arah matahari yang bersinar. “Udah jadi matahariku”

Febby semakin tidak mnegrti. Keningnya terlihat mengerut.

“Thanks udah jadi matahariku, udah jadi bintang di malamku. Selalu ada untukku. Siang, bahkan malam hari. Tapi..”

“Tapi apa?”

Kini Adit menatap wajah sahabatnya. Menatap matanya lekat-lekat. Febby yang ditatap speerti itu oleh Adit salah tingkah. Ia meneguk ludahnya yang susah untuk di telan.

“Kamu sahabat yang baik buatku,” ucap Adit kemudian. Febby menatap setiap jengkal wajah Adit. Pikirannya masih mencari tahu apa yang terjadi dengan sahabatnya it. “selalu ada untukku”

“Ada apa sih Dit? Iya memang kita sahabat. Aku selalu ada untukmu begitu juga denganmu selalu ada untukku. Aku nyaman berteman sama kamu selama ini. Aku menyayangimu Dit,”

Mata Adit sedikit melebar. Namun mata itu kembali seperti semula saat Febby melanjutkan perkataannya. “Aku menyanyangimu sebagai sahabat. Dan selamanya akan menjadi sahabat”

Senyuman di bibir Adit memudar. Ia mengarahkan pandangannya ke arah lain. Ucapan Febby mengiang di telinganya “Dan selamanya akan menjadi sahabat”

“Tidakkah kau menginginkan lebih dari Sahabat Feb? aku menyanyagimu. Aku menyayangimu lebih dari seorang sahabat” batin Adit.

Matahari semakin tenggelam di telan malam. Meski bahagia bersama malam, tapi ia kecewa karena malam begitu cepat mengambil siang. Seperti halnya perasaan Adit. Ia bahagia bersama Febby. Tapi, penolakkan itu jelas menyakitkan. “Dan Selamanya akan menjadi sahabat”

^_^

Aku tau ku takkan bisa
Menjadi seperti yang engkau minta
Namun selama nafas berhembus aku kan mencoba

PRICILLA
“Aku capek Jo!”

            “Kenapa Pric?! Aku hanya ingin kamu sehat”

Mata Pricilla memerah. Ia menatap laki-laki yang lebih tinggi drainya itu tajam. Memang, selama ini, Johan selalu menuntut Pricilla untuk berolahraga. Menurunkan berat badannya tentunya. Melarang Pricilla makan ini itu. Melarang Pricilla ini itu.

“Sehat kamu bilang?!” ucap Pricilla dengan tersenyum sinis. Matanya memerah menahan tangis. “cara kamu mencintaiku salah!”

“Apa yang salah? Aku mencintaimu. Dan kau hanya ingin kamu sehat!”

Pricilla maish tersenyum sinis “Ga usah munafik!, kamu mencintaiku karena fisik. Dan kamu akan meninggalkanku karena fisik juga! Aku emmang gendut. Aku memang doyan makan! Tapi kamu ga berhak ngatur-ngatur aku untuk ini itu. Ini tubuhku! Ini hidupku! Dan ini hak ku!. Selama ini aku baik-baik saja. Dan aku ga butuh kamu!”

“Hei!!” suara Johan meninggi. Matanya melebar dan melotot. Rahang-rahangnya tampak geram.

“Kalau kamu memang mencintaiku. Cintai aku apa adanya. Aku bukan mantan kamu yang seksi dengan tubuh langsing. Yang suka kamu atur-atur ini itu. Aku setiap hari olahraga. Tapi tidak memaksa seperti kamu! Kamu hanya menginginkan aku kurus dan kurus!”

“Jika kamu mencintaiku hanya karena fisik. Yang aku yakini kamu akan meninggalkanku karena fisik juga. Jadi maafkan aku. Aku tidak bisa seperti yang engkau minta”

Pricilla pun meraih tasnya yang tergeletak begitu saja dan pergi meninggalkan Jian. Airmatanya bergulir deras membasahi wajahnya. Pricilla tidak tahan. Ia memang mencintai Johan, pun juga mencintai dirinya. Tapi bukan ini yang diinginkannya. Dirinya memang tidak sempurna, tapi ia berharap Johan mencintainya dengan sempurna. Bukan malah memaksakan kehendak seperti ini.

SIVIA
            Salon kecantikan terbesar di Jakarta hari ini cukup ramai. Ruangan terasa sesak. Tapi tidak untuk Sivia. Ia mendapatkan ruangan VVVIP. Ruangan yang khusus di pesan Alif untuk merubah dirinya. 

Mulai dari rambut, wajah, kuku tangan hingga kaki. Sentuhan make-up terpoles di wajahnya. sentuhan gunting yang memangkas rambut Sivia yang membuat ia menjeritpun berlalu.

Alif memintanya untuk berubah. Menjadi feminism, menjadi gadis sesungguhnya katanya. Selama ini, Sivia gadis yang tomboy, bahkan terkesan cuek dengan penampilan. Yang ia pikirkan hanya nyamand an pantas di pandang orang. Tidak perlu mengocek uang jutaan rupiah hanya untuk mempercantik diri. bukankah apa yang diberi Tuhan cukup kita jaga dan rawat? Tanpa harus di ubah.

            “Sivia! Mau kemana kamu!” teriakan Alif menghentikan 
langkah Sivia. Gadis itu keluar begitu saja dari rumah kecantikan tanpa persetujuan dari Alif. Tampilannya kini memang sudah berubah. Jauh lebih cantik dari sebelumnya. Tapi ahl ini membuat hati Sivia juga berubah.

“Aku mau pergi” ucap Sivia datar.

“Pergi? Maksud kamu? Treatmentnya belum selesai”

Mata Sivia melebar. Ia menatap Alif tajam. Kekasih yang sudah menemaninya beberapa bulan terakhir ini. Tapi, pertengkaran selalu saja terjadi hanya karena sebuah penampilan. Hanya karena penampilan Sivia yang tidak sperti cewek kebanyakan.

            “Cukup Al! cukup kamu berusaha merubah aku!” suara Sivia terdengar bergetar. Selama ini, Alif selalu menuntunya untuk berpenampilan layaknya wanita yang dianggap ganjen bagi Sivia. Bukankah kenyamanan saat berpenampilan nomor satu yang harus diperhatikan? Untuk apa mengenakan mini dress jika malam hari kedinginan dan siang kepanasan? Jika angin berhembus kencang rok akan tersingkap? Untuk apa mengenakan high hells jika kaki lecet karenanya taua bahkan kesleo? Untuk apa make-up tebal-tebal jika akan luntur saat berkeringat dan menghabiskan uang? Tidakkah semua itu tidak perlu dilakukan setiap hari?

            “Tapi Vi, aku hanya ingin kamu lebih baik” suara Johan melemah. Ia sadar. Ia terlalu emmaksakan keinginannya untuk Sivia.

            “Aku sudah jauh lebih baik menjadi diriku sendiri Al! aku bahagia menjadi Sivia! Jika kamu meninggalkanku hanya karena aku tidak secantik dan sefeminim apa yang kamu inginkan, aku mundur! Aku memang tidak sempurna, tapi aku mencintaimu dengan sempurna. Jadi, maafkan aku, aku tidak bisa seperti yang engkau minta.”

Langit berubah mendung, awan hitam mulai bergumpal. Angina berhembus kencang. Suara petir memenuhi seisi langit. Sivia berlari sejauh-jauhnya dan skeuat tenaganya. Ia hanya ingin melupakan bayang-bayang Alif dari ingatannya. 

Hujan turun. Membasahi seluruh tubuh Sivia. Hatinya terasa perih. Bagaikan luka yang tersiram air garam. Perih. Air mata itu bergulir deras. Berbaur dengan air hujan.

“Kenapa kamu tidak bisa menerima aku apa adanya Al? kenapa!!”

^_^

Aku tau dia yang bisa jadi sperti yang engkau minta
Namun selama aku bernyawa aku kan mencoba
Menjadi sperti yang kau minta.

“Apa-apaan ini Cel?” tanya Ify dengan suara bergetar. Gadi situ memergoki Marcel sedang berdua di sebuah restoran bersama seorang gadis. Yang Ify tahu itu adalah mantan Marcel. Setelah beberapa hari  Marcel tidak menghubungi dirinya, gadi situ malah mendapati Marcel sedang bermesraan –duduk saling berangkulan- hal yang tidka pernah dibayangkan Ify sebelumnya.

            “Apa-apaan? Kamu yang apa-apaan!” Marcel beranjak dari duduknya.

“Maksud kamu?” tanya Ify tak mengerti. Ia menatap gadis di samping Marcel tersenyum licik.

“Maksud aku? Kamu mau tau maksud aku?” ucpa Marcel penuh penekanan “ini semua gara-gara kamu!”

“Kamu selama ini cuek terhadapku, tidak perhatian ataupun mencurahkan kaish sayangmu. Aku ini lelaki Fy! Aku lelaki yang butuh perhatian. Tapi akhir-akhir ini kamu sibuk! Sibuk dengan duniamu tanpa memperdulikan aku. Jadi, jangan slaahkan kau jika aku berlabuh ke hati yang lain”

Nafas Ify tersengal. Dadanya terasa sesak. Ia menatap Marcel nanar. Hatinya perih. Air mata tak kuasa ia bending.

“Kenapa Cel? Kenapa kamu merasa seperti itu. Aku memang cuek, tapi bukan berarti aku tdiak perhatian sama kamu,” ucpa Ify dengan buliran hangat membashai pipinya perlahan.

Ify membuka tas selempangnya, mengeluarkan sebuah DVD dan ia serahkan kepada Marcel. Karena Marcel hanya menatap DVD itu dan kembali menatap Ify secara bergantian. Ify menarik tangan Marcel, menuntunnya untuk mengambil DVD itu.

Ify mengusap air matanya. “Maaf, jika selama ini caraku menyampaikan kaish sayangku ke kamu tidka bisa kamu terima. Tapi, jika suatu saat nanti perlahan aku benar-benar merasakan pudar akan perasaan ini, jangan cari aku” Ify menghela nafas dalam-dalam “aku memang tidak bis amenjaid speerti yang kau minta. Maafkan aku” Ifypun berlalu dnegan isakan tangisnya.

Marcel menatap kepergian Ify, hatinya seakan tertohok mendnegar kalimat terakhir Ify. Ia terduduk lemas, dan dengan stengah kesadaran ia mengeluarkan laptop di dalam tasnya. Ia putar DVD pemberian Ify.

Dan sedetik kemudian, suara Ify menggema. Tak lama wajah Ify muncul dengan piano di hadapannya. Ia tersenyum ke arah kamera. Dan jari-jemari mungilnya menekan tuts piano perlahan, penuh perasaan, perlahan namun pasti. Alunan nada dan melodi terdengar. Ify menyanyikan sebuah lagu untuk Marcel. Sebuah lagu yang ia ciptakan beberapa hari terakhir ini hanya untuk kado ulang tahun Marcel. Lagu berjudul ‘Belahan Jiwa’ membuat Marcel menintikkan air mata. Apa yang dipikrikannya tentang Ify salah.

Semuanya SALAH.

FEBBY
“Aku tidak bisa” ucap Febby menunduk. Ia tidak kuasa menatap mata Adit.

“Tapi kenapa Feb? apa aku kurang untuk kamu? Bukankah selama ini kita selalu bersama-sama? Menghabiskan waktu dan berbagi kisah bersama? Kenapa tidak Feb?”

Febby mengangkat kepalanya. Berusha mencari kekuatan di anatar mata bulat itu. “Ini yang aku takutkan Dit. Aku memang mencintaimu. Tapi tidak untuk lebih dari skeedar sahabat. Aku hanya ingin bersamamu DIt, bersamamu” isakan tangis Febby mulai terdengar.

“Aku paham Feb, bahwa tidak akan ada yang murni untuk persahabatan antara cewek dan cowok.” Adit menuntun wajah Febby untuk menatapnya. Adit menatap mata Febby lekat-lekat, untuk mencari keseriusan dalam matanya. “aku ingin bersamamu, aku ingin menjagamu lebihd ari sekedar sahabat Feb”

Febby menggeleng pelan. Namun penuh keyakinan. “Jika caraku mencintaimu membuat kita menjauh. Maka aku mundur, aku lebih memilih persahabatan ini untuk selamanya. Karena aku tidak menginginkan perpisahan diantara kita. Ini yang aku takutkan Dit. Kita akan tersakiti satu sama lain.” Wajahnya memohon

Adit memejamkan matanya, menghela nafas berat.

“Tapi, jika kamu tidak mau menerimanya. Maafkan aku. Aku tidak bisa menjadi seperti yang kau minta” ucap Febby di sela isakannya.

Adit membuka matanya tak percaya. 

Ia memeluk Febby erat. Sangat erat. Sekaan tidka ingin kehilangan gadi syang dicintainya. Ia tau ia salah, ia salah telah menuntut Febby untuk lebih dari seorang sahabat. Bukankah sahabta sehatusnya menajdi sahabat untuk selamnya? Meskipun lebih dari itu, bukankah lebih pantas untuk naik tingkat menjadi saudara? Bukan kekasih.

“Maafkan aku Feb” bisik Aldi lirih.

^_^

Aku kan mencoba menjadi seperti yang engkau minta.

            Suara tepuk tangan riuh terdengar. Lagu yang mereka bawakan mampu menghinoptis penonton. Tak sedikit diantara mereka yang menintihkan air mata. Terbawa perasaan.

Ify, Sivia, Febby dan juga Pricilla slaing berpelukan. Air mata mereka juga membasahi pipi mereka. 

Kemudian mereka tertawa, menertawakan diri mereka sendiri.

Dan kini, semua berakhir. Mereka memang tidak bisa menjadi apa yang diminta sang kekasih. Tapi, mereka akan berusaha membuat sang kekasih menajadi seperti apa yang mereka minta. Yaitu,

Menerima pasangan masing-masing apa adanya.

THE END


No comments:

Business

Social

Follow Us Instagram @nurilaphasa