Halo Readers.
Assalamualaikum.
Setelah sekiaan lama,
aku menunggu untuk kedatanganmu *plaak di tampar ornags keampung, malah nyanyid
angdut wkwk.
Hai. Hai haii. Duh lama
ga menyapa kalian semua para readers yang baik hati budiman dan rajin menabung
haha. Oh ya, kali ini aku bawa cerpen perdana kau. Yup perdana! Setelah
berbulan-bulan focus sama UN dan hasilnya meski tidak memuaskan. Dan juga
berbulan-bulan aku disibukkan dnegan mencari kuliah sampai ga dapet. Hingga
ngerjain novel yang ga selesai-selesai.
Akhirnya aku bikin
cerpen ini. Cerpen inspired by BLINK dan lagunya pak PONGKI BARATA “Seperti
yang kau minta”
Semalam, baru smepet
nonton di youtube saat BLINK lai di MARKISA dan saat nyanyiin lagu ini, beuhh
ane baper gaan hiks hiks hiks :”( dan kemudian lahirlah cerpen ini.
Ini cerpen beneran
perdana bangeeettt. Pagi tadi aku buat. Hingga adzan dhuhur dan akhirnya
selesai. Dan aku post deh.
Have fun yak. Maapkeun
typo. Maapkeun kalau garett. Maepkeun kalo jekek, maapkeun kalo nyambung.
Ini hanyalah sebuah
cerpen yang nafsu sayan buat hanya Karen aingin memvisualisasikan lirik lagu
tersbeut menajadi sbeuah cerpen. Oek deh. Maapkeun skali lagi kalau aneh.
Penulisnya bukan penulsi professional yang udah ahli. Oke.
Langsung yuk. Selamat
mennikmatiiii. Daaahh. See di lain cerpen, cerbung, artikel dsb :* Big Love.
Jangan lupa coment untuk kritik dan saran guys.
*PS: biar greget,
sambil dengerin lagunya yak “Seperti yang kau minta”- Pongky. Atau dari Blink. :)
Blink : seperti yang kau inginkan (youtube : seperti yang kau inginkan. b link markisa ttv.)
sumber: google
Cintai
Aku Apa Adanya
Di suasana malam proomnight, panggung berukuran 17X10 m2
dengan satu set lighting lengkap.
Sederhana namun tampak megah itu, sedari tadi membuat penonton berdecak kagum.
Bukan hanya sinaran lighting yang
memukau. Tetapi juga penampilan yang di tampilkan dalam acara proomnight tersebut.
“Baik,
langsung saja. Kita sambut. BLINK” teriak MC dan disambut tepukan tangan yang
meriha dan teriakan nama “Blink! Blink Blink!” menggema memenuhi lapangan.
Empat
dara muda dengan mini dress dan riasana make-up
natural itu muncul drai balik panggung. Mereka adalah IFY, SIVIA, FEBBY,
dan juga PRICILLA.
Setelah
dipersilahkan. Mereka mengambil posisi. Pricilla duduk di sebuah kursi dengan
memangku gitar. Begitu juga dengan yang lainnya duduk di sebuah kursi dengan microphone di tangan mereka
masing-maisng.
Petikan
senar gitar yang idmainkan Pricilla mulai berbunyi. Membentuk sebuah nada dan
terdengar alunan yang begitu indah. Suasana yang tadinya riuh menjadi hening.
Semua penonton menikmati permainan gitar Pricilla.
Saat
bibir Pricilla mulai terbuka dan mengalunkan sebuah lirik. Suasana hening.
Hanya petikan gitar Pricilla dan suaranya yang terdengar. Semua terhanyut.
Seakan merasakan, terbawa dalam cerita lagu yang dinyanyikan Blink.
Membaca dan mengerti isi hatimu
“Ayo! Masih kurang dua
putaran lagi Pric!” teriak Johan di tepi lapangan. Tangan kirinya memegang stopwatch sedangkan tangan kanannya
berdecak pinggang.
Pricilla
yang mengenakan trining selutut dengan kaos oblong itu menghentikan langkah
kakinya. Jantungnya berdegup lebih cepat dan nafasnya mulai tersengal. Peluh
dari dahinya bergulir membahasahi pipinya. Sesekali ia mengusapnya dan
mengencangkan ikatan kuda rambutnya.
“Aku
capek!” teriak Pricilla di sebrang.
“Tapi
kurang dua putaran lagi Pric!” suara Johan terdengar kesal.
Pricilla
menghela nafas panjang. Ia mendesah. Kalau saja Johan bukan kekasihnya. Lelaki
berpostur tinggi tegap itu sudah ia jadikan ayam cincang.
Pricilla
pun berlari ke arah Johan berdiri. Kali ini, kedua tangannya berdecak pinggang.
“Udah..
yaa. Hhh” ucap Pricilla dengan nafas tersengal. Ia menghempaskan bokongnya
begitu saja di tepi lapangan. Mensejajarkan kakinya lalu memijatnya ringan.
Johan geleng-geleng
kepala melihat tingkah Pricilla.
“Sekarang
kita shit-up, setelah itu Push-Up” ucap johan. Membuat Pricilla
terbelalak.
“What?!, nggak deh nggak,” Pricilla
menggelengkan kepalanya. Lalu mendongak “jangan becanda. Aku beneran udah
capek”
“Olahraga
memang capek Pric. Ga ada olahraga yang ga capek!” suara Johan sedikit
meninggi.
Pricilla
yang tersinggung akan hal itu beranjak dari duduknya. Menatap Johan tajam.
Meski Johan lebih tinggi darinya. Pricilla masih bisa menatap mata itu dalam.
“Kalau
kamu mau olahraga terus. Olahraga aja sendiri. Ga usah ajak-ajak aku!!” ucap Pricilla
dengan menahan amarahnya. Gadis itu berlalu meninggalkan Johan.
“Hei!
Pricilla! Ini belum selesai!!” teriakan Johan berlalu begitu saja.
Pricilla
tidak memperdulikannya. Ia tetap berlalu meninggalkan Johan yang berusaha
memanggil namanya untuk berbalik. Kali ini Pricilla sedang kalut.
Nafasnya
memburu. Bukan karena efek ia berlari tadi. Melainkan efek atas kemarahannya
yang tertahan.
“Oh My God” desah Pricilla
lelah.
^_^
Ampuni aku yang telah memasuki
kehidupan kalian
Mencoba mencari-cari celah
hatimu
Suasana restoran bernuansa
klasik kali ini cukup ramai. Lalu lalang orang-orang berpasangan maupun
keluarga cukup memenuhi ruangan in door restosar
bertema klasik-modern ini.
Ify
duduk di salah satu meja restoran yang berhadapan langsung dengan air mancur
besar khas restoran itu. Ia berada di luar restoran. Menikmati suara gemricik
air dan hembusan angina. Tangannya tak henti-hetin menggoreskan sebuah kata
demi kat ahingga menjadi bait. Mata almond di balik kaca mata minus nya itu tampak sesekali terpejam.
Merasakan kebisingan alam yang menenagkan.
“Fy!”
panggil seseorang di sampingnya yang sedari tadi bersamanya.
Ify
menoleh ke arah suara. Lalu tersenyum. Ia melepas kacamatanya. Dan menatap
laki-laki berwajah oval itu. Senyuman dan tatapannya seakan mengatakan sebuah pertanyaan
“kenapa?” untuk laki-laki itu.
“Hahh”
laki-laki itu mendesah, ia meletakkan secangkir coklat yang tadi di tiupnya,
menyenderkan punggungnya ke kursi dan melipat kedua tangannya. Ia menatap Ify
kali ini.
“Ga
bosan dari tadi nulis, ha? Sebenarnya tujuan kita kesini ngapain sih Fy” ucap
laki-laki itu. Ia mendesah kecewa. Hal itu terlihat jelas dalam ucapannya.
Ify
mengeryitkan dahinya. “Bukannya kamu yang mengajakku kesini untuk menemanimu
makan?”
“Iya.
Terus apa yang kamu lakukan?! Aku memintamu menemaniku Fy. Menemaniku!”
“Marcel,
ada yang salah?” tanya Ify kepada orang yang sedang beragumen padanya.
Marcel
mendesah. Ia mmebuang muka ke arah lain. Lalu menggeleng. “Lanjutkan” ucapnya
kemudian tanpa menatap Ify.
Ify
hanya mengangkat bahu. Kembali memakai kacamatanya dan focus terhadap goresan
di kertas putih dihadapannya.
Sepulang
dari restoran, jalan setapak tampak sepi. Marcel menyusurinya. Mengikuti
langkah kaki Ify dari belakang. Gadis itu sibuk menatap alam, melakukan apa
yang dilakukannya. Marcel hanya terdiam di belakangnya. Sesekali Marcel
mengalihkan perhatian Ify namun selalu gagal. Lama-lama Marcel kesal. Setiap
mereka jalan berdua, Ify hanya sibuk dengan dunianya.
Marcel
menyadari bahwa Ify pendiam, cuek dan tidak memperdulikan dirinya. Sesekali
membuat gadis itu untuk cemburu, gadis itu terlihat biasa-biasa saja.
“Fy”
panggil Marcel
Ify
berbalik ke arah Marcel
“Aku mau pulang”
Ify mengeryit, tampak
berpikir. Lalu mengangguk “Oke”
“Oke?” Marcel mengulang
kata Ify dengan pertanyaan.
Ify mengangguk mantap
“Kalau kamu mau pulang, aku gapapa. Aku masih bisa sendiri”
Tanpa mengucapkan
sepatah kata, Marcel berbalik dan melangkah pergi. Bahkan, Ify tidak
mencegahnya seperti apa yang diharapkannya.
^_^
Aku tau ku takkan bisa
menjadi seperti yang engkau minta
Namun selama nafas
berhembus aku kan mencoba menjadi seperti yang kau minta
Penonton mengangkat
kedua tangan mereka. Bergoyang lembut sesuai alunan ke kanan dan ke kiri.
Beberapa dari mereka memejamkan mata. Merasakan alunan lagu itu merasuk menohok
hatinya. Membuat semua kenangan yang tersimpan rapi di sudut hati yang paling
kosong. Teringat.
^_^
Ampuni aku yang telah
memasuki kehidupan kalian
Mencoba mencari-cari
celah hatimu
Alif
sedang berdiri di depan rumah Sivia dengan menyender di mobilnya. Kekasihnya
itu memang bukan seperti cewek kebanyakan yang harus ditungu lama karena make-up
atau hal lain untuk mempersiapkan dirinya tampil cantik di depan pacarnya.
“Alif!!”
teriak Sivia sambil melambaikan tangannya saat keluar dari rumah.
Alif
tersenyum. Baru saja ia berdiri lima menit di dpean rumah Sivia. Dan lima menit
yang lalu gadis itu mengatakan kana bersiap-siap. Dan lihatlah, kini ia sudah
rapi. Tapi.
“Lepas
Vi” ucap Alif sembari melepas topi dari kepala Sivia. Gadis itu sempat mengelak, tapi tangan Alif
sudah berhasil melepas topi dari kepalanya.
“Kenapa
dilepas sih Lif?” gerutu Sivia.
Lelaki
dihadapannya itu menggeleng. Membuang topi itu begitu saja. Mata Siviaterbelalak
melihat topinya tersungkur di tanah begitu saja.
“Kita
mau ke acara pesta ulang tahun teman aku Via. Dan lihat penampilan kamu” ucap
alif dengan memandang Sivia dari kaki hingga atas kepalanya. Ia hanya
mengenakan jenas abu-abu dan sedikit sobek di salah stau lututnya. Dan hem
bergaris serta tas selempang yang menggantung cantik dipundaknya.
Sivia
ikut memandangi kaki hingga bagian atas tubuhnya. Ia mendesah. “Apa yang salah?
Yang penting aku berpakaian rapi dan sopan”
“Sivia!
Kita mau ke pesta. Bukan ke taman kota! Oke kalau setiap kamu jalan sama aku
berpenampilan seperti ini. Tapi please, tidak untuk acara kali ini. Kamu bis
amemakai gaun yang aku belikan kemarin”
“Aku
tidak mau memakainya”
“What?!”
“Lif!
Lagian kita itu bukan ke pesta bergedung dengan undangan dan dress code. Kita Cuma akacar makan-makan
dan mungin hanya potong kue di restoran. Ga usah alay ngatakan kita kaan pesta”
Wajah
alif yang tadinya menenangkan terlihat berubah. Lelaki itu tampak kesal.
“Oke!
Kalau itu mau kamu! Aku hanya mau melihat kamu berdandan feminism! Bukan
seperti preman pasar seperti ini!” Alif langsung membuka pintu mobilnya dan
memasukinya.
Mesin
mobil menyala dan ia pergi begitu saja. Sivia kesal dibuatnya. Alif selalu saja
menuntut untuk Sivia berpenampilans eperti cewek kebanyakan. Rok di atas lutut
dan atasan terbuka.
“Sorry Lif, itu bukan passionku” desah Sivia lalu kembali
masuk ke dalam rumahnya.
^_^
Air
danau tampak keemasan, terkena sinaran matahari yang mulai menuruni langit.
Hari mulai senja. Namun suasana taman kota tampak begitu ramai. Entah
orang-orang sedang menikmati sore weekend,
menenangkan diri, mencari angina segar atau bahkan menghabiskan waktu
bersama sahabat maupun kekasih. Senja kali ini berbeda. Burung-burung dara yang
biasa berada di dalam sarang, kini berterbangan seakan ikut menari-nari menebar
keceriaan di sore hari.
“Kamu
kayak anak kecil. Makan es krim pakek cemot-cemot segala haha” goda Adit mendapati daerah skeitar mulut Febby
terkna es krim.
“Masa
sih?” Febby mencoba untuk membersihkannya. Namun ia tidak tahu dimana letak es
krim yang mengotori mulutnya.
“Sini”
ucap Adit. Ibu jarinyapun membersihkan es krim itu dari mulut Febby.
Sepersekian detik mereka terdiam. Tangan Adit masih berada di pipi Febby. Dan
sedetik kemudian mereka tersadar lalu tertawa.
“Aku
selalu kalap kalau udah sama es krim hehe” ucap Febby.
Adit
tersenyum sembari menggigit bagian ujung es krimnya.
“Suasananya
bahagia banget ya” ucap Adit. Mata laki-laki itu mengamati setiap jengkal wajah
Febby.
Febby
tersenyum mengangguk. Matanya ia edarkan ke seluruh arah. Menyapu pemandangan
dan menangkap keceriaan di taman. Febby menengadahkan wajahnya ke langit.
Rambut hitamnya yang tergerai bebas tersapu angina meliuk-liuk.
Adit
tidak henti-hentinya mentap sahabatnya. Wajah polos dan cantik Febby selalu
membuatnya terpesona. Apalagi menikmati di saat senja seperti ini. Wajah
putihnya terlihat lebih bersinar terkena cahaya senja.
“Feb”
panggil Adit. Mata laki-laki itu tak lepas dari wajah Febby.
“Umh?”
Febby menggiti es krimnya.
“Thanks,”
ucapan Adit menggantung. Membuat Febby memiringkan wajahnya. Menatap laki-laki
itu mencari tahu.
“Thanks
buat?”
Adit
mengarahkan pandangannya ke langit. Lebih tepatnya ke arah matahari yang
bersinar. “Udah jadi matahariku”
Febby
semakin tidak mnegrti. Keningnya terlihat mengerut.
“Thanks
udah jadi matahariku, udah jadi bintang di malamku. Selalu ada untukku. Siang,
bahkan malam hari. Tapi..”
“Tapi
apa?”
Kini
Adit menatap wajah sahabatnya. Menatap matanya lekat-lekat. Febby yang ditatap
speerti itu oleh Adit salah tingkah. Ia meneguk ludahnya yang susah untuk di
telan.
“Kamu
sahabat yang baik buatku,” ucap Adit kemudian. Febby menatap setiap jengkal
wajah Adit. Pikirannya masih mencari tahu apa yang terjadi dengan sahabatnya
it. “selalu ada untukku”
“Ada
apa sih Dit? Iya memang kita sahabat. Aku selalu ada untukmu begitu juga
denganmu selalu ada untukku. Aku nyaman berteman sama kamu selama ini. Aku
menyayangimu Dit,”
Mata
Adit sedikit melebar. Namun mata itu kembali seperti semula saat Febby
melanjutkan perkataannya. “Aku menyanyangimu sebagai sahabat. Dan selamanya
akan menjadi sahabat”
Senyuman
di bibir Adit memudar. Ia mengarahkan pandangannya ke arah lain. Ucapan Febby
mengiang di telinganya “Dan selamanya akan menjadi sahabat”
“Tidakkah kau menginginkan lebih
dari Sahabat Feb? aku menyanyagimu. Aku menyayangimu lebih dari seorang
sahabat” batin Adit.
Matahari
semakin tenggelam di telan malam. Meski bahagia bersama malam, tapi ia kecewa
karena malam begitu cepat mengambil siang. Seperti halnya perasaan Adit. Ia
bahagia bersama Febby. Tapi, penolakkan itu jelas menyakitkan. “Dan Selamanya
akan menjadi sahabat”
^_^
Aku tau ku takkan bisa
Menjadi seperti yang
engkau minta
Namun selama nafas
berhembus aku kan mencoba
PRICILLA
“Aku capek Jo!”
“Kenapa
Pric?! Aku hanya ingin kamu sehat”
Mata Pricilla memerah.
Ia menatap laki-laki yang lebih tinggi drainya itu tajam. Memang, selama ini,
Johan selalu menuntut Pricilla untuk berolahraga. Menurunkan berat badannya
tentunya. Melarang Pricilla makan ini itu. Melarang Pricilla ini itu.
“Sehat kamu bilang?!”
ucap Pricilla dengan tersenyum sinis. Matanya memerah menahan tangis. “cara
kamu mencintaiku salah!”
“Apa yang salah? Aku
mencintaimu. Dan kau hanya ingin kamu sehat!”
Pricilla maish tersenyum
sinis “Ga usah munafik!, kamu mencintaiku karena fisik. Dan kamu akan
meninggalkanku karena fisik juga! Aku emmang gendut. Aku memang doyan makan!
Tapi kamu ga berhak ngatur-ngatur aku untuk ini itu. Ini tubuhku! Ini hidupku!
Dan ini hak ku!. Selama ini aku baik-baik saja. Dan aku ga butuh kamu!”
“Hei!!” suara Johan
meninggi. Matanya melebar dan melotot. Rahang-rahangnya tampak geram.
“Kalau kamu memang
mencintaiku. Cintai aku apa adanya. Aku bukan mantan kamu yang seksi dengan
tubuh langsing. Yang suka kamu atur-atur ini itu. Aku setiap hari olahraga.
Tapi tidak memaksa seperti kamu! Kamu hanya menginginkan aku kurus dan kurus!”
“Jika kamu mencintaiku
hanya karena fisik. Yang aku yakini kamu akan meninggalkanku karena fisik juga.
Jadi maafkan aku. Aku tidak bisa seperti yang engkau minta”
Pricilla pun meraih
tasnya yang tergeletak begitu saja dan pergi meninggalkan Jian. Airmatanya
bergulir deras membasahi wajahnya. Pricilla tidak tahan. Ia memang mencintai
Johan, pun juga mencintai dirinya. Tapi bukan ini yang diinginkannya. Dirinya
memang tidak sempurna, tapi ia berharap Johan mencintainya dengan sempurna.
Bukan malah memaksakan kehendak seperti ini.
SIVIA
Salon kecantikan
terbesar di Jakarta hari ini cukup ramai. Ruangan terasa sesak. Tapi tidak
untuk Sivia. Ia mendapatkan ruangan VVVIP. Ruangan yang khusus di pesan Alif
untuk merubah dirinya.
Mulai
dari rambut, wajah, kuku tangan hingga kaki. Sentuhan make-up terpoles di wajahnya. sentuhan gunting yang memangkas
rambut Sivia yang membuat ia menjeritpun berlalu.
Alif
memintanya untuk berubah. Menjadi feminism, menjadi gadis sesungguhnya katanya.
Selama ini, Sivia gadis yang tomboy, bahkan terkesan cuek dengan penampilan.
Yang ia pikirkan hanya nyamand an pantas di pandang orang. Tidak perlu mengocek
uang jutaan rupiah hanya untuk mempercantik diri. bukankah apa yang diberi
Tuhan cukup kita jaga dan rawat? Tanpa harus di ubah.
“Sivia!
Mau kemana kamu!” teriakan Alif menghentikan
langkah Sivia. Gadis itu keluar
begitu saja dari rumah kecantikan tanpa persetujuan dari Alif. Tampilannya kini
memang sudah berubah. Jauh lebih cantik dari sebelumnya. Tapi ahl ini membuat
hati Sivia juga berubah.
“Aku mau pergi” ucap Sivia
datar.
“Pergi? Maksud kamu? Treatmentnya belum selesai”
Mata Sivia melebar. Ia
menatap Alif tajam. Kekasih yang sudah menemaninya beberapa bulan terakhir ini.
Tapi, pertengkaran selalu saja terjadi hanya karena sebuah penampilan. Hanya
karena penampilan Sivia yang tidak sperti cewek kebanyakan.
“Cukup Al! cukup kamu berusaha merubah aku!” suara Sivia
terdengar bergetar. Selama ini, Alif selalu menuntunya untuk berpenampilan
layaknya wanita yang dianggap ganjen bagi Sivia. Bukankah kenyamanan saat
berpenampilan nomor satu yang harus diperhatikan? Untuk apa mengenakan mini
dress jika malam hari kedinginan dan siang kepanasan? Jika angin berhembus
kencang rok akan tersingkap? Untuk apa mengenakan high hells jika kaki lecet karenanya taua bahkan kesleo? Untuk apa make-up tebal-tebal jika akan luntur
saat berkeringat dan menghabiskan uang? Tidakkah semua itu tidak perlu
dilakukan setiap hari?
“Tapi Vi, aku
hanya ingin kamu lebih baik” suara Johan melemah. Ia sadar. Ia terlalu
emmaksakan keinginannya untuk Sivia.
“Aku sudah jauh lebih baik menjadi diriku sendiri Al! aku
bahagia menjadi Sivia! Jika kamu meninggalkanku hanya karena aku tidak secantik
dan sefeminim apa yang kamu inginkan, aku mundur! Aku memang tidak sempurna,
tapi aku mencintaimu dengan sempurna. Jadi, maafkan aku, aku tidak bisa seperti
yang engkau minta.”
Langit
berubah mendung, awan hitam mulai bergumpal. Angina berhembus kencang. Suara
petir memenuhi seisi langit. Sivia berlari sejauh-jauhnya dan skeuat tenaganya.
Ia hanya ingin melupakan bayang-bayang Alif dari ingatannya.
Hujan
turun. Membasahi seluruh tubuh Sivia. Hatinya terasa perih. Bagaikan luka yang
tersiram air garam. Perih. Air mata itu bergulir deras. Berbaur dengan air
hujan.
“Kenapa kamu tidak bisa menerima aku apa adanya Al?
kenapa!!”
^_^
Aku tau dia yang bisa
jadi sperti yang engkau minta
Namun selama aku
bernyawa aku kan mencoba
Menjadi sperti yang kau
minta.
“Apa-apaan
ini Cel?” tanya Ify dengan suara bergetar. Gadi situ memergoki Marcel sedang
berdua di sebuah restoran bersama seorang gadis. Yang Ify tahu itu adalah
mantan Marcel. Setelah beberapa hari Marcel
tidak menghubungi dirinya, gadi situ malah mendapati Marcel sedang bermesraan
–duduk saling berangkulan- hal yang tidka pernah dibayangkan Ify sebelumnya.
“Apa-apaan? Kamu yang apa-apaan!” Marcel beranjak dari
duduknya.
“Maksud
kamu?” tanya Ify tak mengerti. Ia menatap gadis di samping Marcel tersenyum
licik.
“Maksud
aku? Kamu mau tau maksud aku?” ucpa Marcel penuh penekanan “ini semua gara-gara
kamu!”
“Kamu
selama ini cuek terhadapku, tidak perhatian ataupun mencurahkan kaish sayangmu.
Aku ini lelaki Fy! Aku lelaki yang butuh perhatian. Tapi akhir-akhir ini kamu
sibuk! Sibuk dengan duniamu tanpa memperdulikan aku. Jadi, jangan slaahkan kau
jika aku berlabuh ke hati yang lain”
Nafas
Ify tersengal. Dadanya terasa sesak. Ia menatap Marcel nanar. Hatinya perih.
Air mata tak kuasa ia bending.
“Kenapa
Cel? Kenapa kamu merasa seperti itu. Aku memang cuek, tapi bukan berarti aku
tdiak perhatian sama kamu,” ucpa Ify dengan buliran hangat membashai pipinya
perlahan.
Ify
membuka tas selempangnya, mengeluarkan sebuah DVD dan ia serahkan kepada Marcel.
Karena Marcel hanya menatap DVD itu dan kembali menatap Ify secara bergantian. Ify
menarik tangan Marcel, menuntunnya untuk mengambil DVD itu.
Ify
mengusap air matanya. “Maaf, jika selama ini caraku menyampaikan kaish sayangku
ke kamu tidka bisa kamu terima. Tapi, jika suatu saat nanti perlahan aku
benar-benar merasakan pudar akan perasaan ini, jangan cari aku” Ify menghela
nafas dalam-dalam “aku memang tidak bis amenjaid speerti yang kau minta. Maafkan
aku” Ifypun berlalu dnegan isakan tangisnya.
Marcel
menatap kepergian Ify, hatinya seakan tertohok mendnegar kalimat terakhir Ify.
Ia terduduk lemas, dan dengan stengah kesadaran ia mengeluarkan laptop di dalam
tasnya. Ia putar DVD pemberian Ify.
Dan
sedetik kemudian, suara Ify menggema. Tak lama wajah Ify muncul dengan piano di
hadapannya. Ia tersenyum ke arah kamera. Dan jari-jemari mungilnya menekan tuts
piano perlahan, penuh perasaan, perlahan namun pasti. Alunan nada dan melodi
terdengar. Ify menyanyikan sebuah lagu untuk Marcel. Sebuah lagu yang ia
ciptakan beberapa hari terakhir ini hanya untuk kado ulang tahun Marcel. Lagu
berjudul ‘Belahan Jiwa’ membuat Marcel menintikkan air mata. Apa yang
dipikrikannya tentang Ify salah.
Semuanya
SALAH.
FEBBY
“Aku
tidak bisa” ucap Febby menunduk. Ia tidak kuasa menatap mata Adit.
“Tapi
kenapa Feb? apa aku kurang untuk kamu? Bukankah selama ini kita selalu
bersama-sama? Menghabiskan waktu dan berbagi kisah bersama? Kenapa tidak Feb?”
Febby
mengangkat kepalanya. Berusha mencari kekuatan di anatar mata bulat itu. “Ini
yang aku takutkan Dit. Aku memang mencintaimu. Tapi tidak untuk lebih dari
skeedar sahabat. Aku hanya ingin bersamamu DIt, bersamamu” isakan tangis Febby
mulai terdengar.
“Aku
paham Feb, bahwa tidak akan ada yang murni untuk persahabatan antara cewek dan
cowok.” Adit menuntun wajah Febby untuk menatapnya. Adit menatap mata Febby
lekat-lekat, untuk mencari keseriusan dalam matanya. “aku ingin bersamamu, aku
ingin menjagamu lebihd ari sekedar sahabat Feb”
Febby
menggeleng pelan. Namun penuh keyakinan. “Jika caraku mencintaimu membuat kita
menjauh. Maka aku mundur, aku lebih memilih persahabatan ini untuk selamanya.
Karena aku tidak menginginkan perpisahan diantara kita. Ini yang aku takutkan
Dit. Kita akan tersakiti satu sama lain.” Wajahnya memohon
Adit
memejamkan matanya, menghela nafas berat.
“Tapi,
jika kamu tidak mau menerimanya. Maafkan aku. Aku tidak bisa menjadi seperti
yang kau minta” ucap Febby di sela isakannya.
Adit membuka matanya
tak percaya.
Ia
memeluk Febby erat. Sangat erat. Sekaan tidka ingin kehilangan gadi syang
dicintainya. Ia tau ia salah, ia salah telah menuntut Febby untuk lebih dari
seorang sahabat. Bukankah sahabta sehatusnya menajdi sahabat untuk selamnya?
Meskipun lebih dari itu, bukankah lebih pantas untuk naik tingkat menjadi
saudara? Bukan kekasih.
“Maafkan
aku Feb” bisik Aldi lirih.
^_^
Aku kan mencoba menjadi
seperti yang engkau minta.
Suara tepuk tangan riuh terdengar. Lagu yang mereka
bawakan mampu menghinoptis penonton. Tak sedikit diantara mereka yang
menintihkan air mata. Terbawa perasaan.
Ify,
Sivia, Febby dan juga Pricilla slaing berpelukan. Air mata mereka juga
membasahi pipi mereka.
Kemudian
mereka tertawa, menertawakan diri mereka sendiri.
Dan
kini, semua berakhir. Mereka memang tidak bisa menjadi apa yang diminta sang
kekasih. Tapi, mereka akan berusaha membuat sang kekasih menajadi seperti apa
yang mereka minta. Yaitu,
Menerima pasangan
masing-masing apa adanya.
THE
END
No comments:
Post a Comment