Wednesday, October 11, 2017

Review Sitti Nurbaya - Marah Roesli [BOOK REVIEW}

Review Sitti Nurbaya - Marah Roesli

Review Sitti Nurbaya
(Maksud hati ingin bersama. Jika tidak kesetiaan itu kan tetap ada)
Judul : Sitti Nurbaya
Penulis : Marah Roesli
Tahun : 1992
Penerbit : Balai Pustaka
Penyadur : Ragdi F. Daye (2011)



Blurb
“Selamat jalan, Sam... Selamat sampai ke Jakarta..” lirih Nurbaya menahan isaktangis.
Firasat Sitti Nurbaya ternyata terbukti. Ucapan perpisahannya itu menjadi awal dari kemelut hidupnya, juga Samsul Bari, sang kekasih hati. Silih berganti penderitaan mendera. Jalan hidup memang tak selalu lurus dan nyaman, tokoh-tokoh dalam roman ini merasakan betul penderitaan itu.

Kisah kasih Stti Nurbay adan Samsul Bahri dan ketamakanDatuk Maringgih tentu telah melekat erat dalam ingatan par apembaca. Beragam protes dan kritik terhadap adat istiadat yang berlaku pada zaman itu, menjadi semangat untuk memayungi karya Marah Rusli ini.

Perjuangan dan perpisaha menjadi garis hidup setiap insan. Begitupula dengan Sittil Nurbaya dna Samsul Bahri. Kisah kasij, kemelut hati keduannya, serta beragam intrik di sekitar mereka secara menyentuh dituturkan dalam roman klasik ini.


Review

Sitti Nurbaya, siapa yang tidak mengenal kisah seorang gadis yang katanya dipaksa oleh orangtuanya untuk dijodohkan dengan laki-laki yang tidak dicintainya?

Padahal jika dibaca dalam kisahnya dengan saksama, anggapan itu adalah anggapan yang kurang tepat. mengapa? Karena sesungguhnya Siti Nurbaya bukanlah dipaksa untuk dijodohkan. Melainkan...

Simak Review berikut!

 Namanya Sitti Nurbaya, biasa dipanggil Nur. Seorang gadis yang tinggal di Kota Padang, berayahkan Baginda Sulaiman-seorang pedagang yang terkenal di Kota Padang. Yan gmemiliki sejumlah toko, kebun, dan kapal.

Sitti Nurbaya yatim sejak ia kecil,  ibunya telah meninggalkannya saat ia masih usia kanak-kanak. Namun hal itu tidak meruntuhkan Sitti Nurbaya, karena ia memiliki ayah yang penyanyang juga sahabat yang sudah ia aggap sebagai kakak yaitu Samsul Bahri yang biasa Nur panggil Sam.

Sam adalah anak Sutan Mahmud Syah, seorang penghulu terkemuka di Padang. Sam merupakan murid yang pandai sehingga gurunya merekomendasikan Sam untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dokter di Jakarta.

Mereka satu sekolah di sekolah Belanda, berangkat dan pulang bersama dengan Bendi (kereta kuda Batak) milik ayah Sam. Mereka tinggal bersebelahan sejak lama.

Suatu hari, usaha yang dilakoni Baginda Sulaiman semakin berkembang pesat. Hal itu membuat Datuk Maringgih, saudagar paling kaya di Padang yang kekayaannya terkenal sampai ke Malaka hingga Singapura. Hampir semua toko dan rumah besar di Pasar Gadang adlah kepunyaannya, juga tanah kebun, dan sawah-wsawah ia juga menguasai kapal-kapal Muaro (hal 6). Kekayaannya itu menjadi seorang yang kikir dan pelit sehingga menjadi buah bibir oleh masyarakat setemapat, juga suka menikahi wanita-wanita cantik yang tergiur oleh uangnya. Bisa saja juga disebut seorang rentenir. Begitu iri dengan apa yang dimilki Baginda Sulaiman.

Hingga ia menyuruh kaki tangannya untuk membakar toko-toko Baginda Sulaiman, meneggelamkan kapal-kapalnya dan meracuni perkebunannya agar tidak bisa panen. Hal itu membuat baginda Sulaiman terpuruk dan kehilangan harta bendanya. Membuat Baginda Sulaman mau tidak mau berhutang kepada Datuk Maringgih hingga akhirnya tak mampu membayar.

Rencana jahat Datuk Maringgih pun di mulai lagi, ia meminta Baginda Sulaiman untuk menikahkan Nurbaya menjadi istrinya. Mendapat hal itu Baginda Sulaiman menolak. Bagaimana bis aia menikahkan Nurbayayang masih belia dan juga kekasih dari Samsul Bahri yang sangat dicintainya. Maka Baginda Sulaiman rela untuk dipenjarakan oleh Datuk Maringgih.



Saat Datuk Maringgih hendak membawa baginda Sulaiman ke kantor polisi, Nurbaya yang mengetahui hal itu berteriak dan menghentikan aksi Datuk Maringgih. Entah apa yang ada dipikirannya yang jelas saat itu Nurbaya tidak ingin melihat ayahnya kessahan apalagi harus masuk penjara. Maka, dengan segala hormatnya kepada sang ayah Sitti Nurbaya setuju untuk menikah dengan Datuk Maringgih. Ayahnya tidak mempercayai hal itu, karena ia tahu Nurbaya hanya mencintai Samsul Bahri seorang. (hal. 68)

Terselenggarkaannyalah pernikahan itu. Nurbay ayang snaga tmembenci Datuk Maringgih menyanyangkan hal itu karena ia harus berpisah dengan Samsul Bahri. Ia mengirim surat kepada Sam yang sudah berada di Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya.

Janji yang sempat mereka ucapkan terkubur begitu saja mendengar berita yang dialami Sitti Nurbaya.

Suatu hari, saat Sam kembali ke Padang untuk sekedar berlibur. Ia menemui Sitti Nurbaya yang sudah berstatus menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diektahui Datuk Maringgih dan menimbulkan keributan yang membuat Baginda Sulaiman yang sedang terbaring sakit keras hendak menemui Nurbaya, namun naas Baginda Sulaiman terjatuh dan akhirnya meninggal dunia.

Kejadian itu juga membuat Sam di usir ayahnya dan tidak lagi diakui sebagai anak atas perbuatan Sam. Pergilah Sam ke Jakarta tanpa lagi ayah yang selalu memperhatikannya.

Kehidupan Sam maupun Nur seakan tidak habis begitu saja. Perjalanan keduaya terombang-ambing hingga akhir yang menentukan bahwa Tuhan-lah yang berkuasa atas semuanya.

Nurbaya meninggal dunia. Sam hendak mengakhrii kehidupannya, namun Tuhan masih tidak merestuinya.

Jelaslah bahwa Sam yang sempat dianggap meninggal menjadi seseorang yang lain untuk menentukan kemana ia harus melangkah.

“Bulan terang saat purnama
Nagasari disangkadaun
Jangankan berpisah lama
Berpisah sehari rasa setahun” – hal 44

Arrgghhh gemes-gemes kesel baca novel ini. Meskipun ini bukan versi yang asli alias hasil sanduran, tapi kesan dan pesannya masih terasa sama. Banyak sekali pantn-pantun di dalamnya yang menggelitik hingga membuat hati haru. Kisah Nur dan Sam, dua sejoli karena kasih tak sampai.

“Tuhanlah yang mnrjadi saksi. Tak ada laki-laki di dunia ini yang kucintai selain dirimu.engkaulah suamiku dunia-akhirat” – hal 48

Sejauh ini, membaca novel ini memunculkan satu fakta bahwa Nurbaya bukanlah dipaksa ayahnya untuk dijodohkan dengan Datuk Maringgih. Melainkan, Sitti Nurbaya sendiri yang hendak menyelamatkan ayahnya dari kejaman Datuk Maringgih.

Banyak sekali pesan yang tersirat maupun yang tersurat. Tentang adat Kota Padang pada jaman dahulu dan pelrilaku orang-orang di jaman itu.

“Kakak, mungkin bagi Kakak seseorang lauak diperistri bila berbangsa tinggi. Tapi aku tak peduli pada bangsa, rupa, atau kebudayaan, yang pentig aku menyukainya dna dia mencintaiku” – hal 14

Semuanya indah, memang sepantasnya menjadi novel yang bersejarah. Sitti Nurbaya membuatku mengerti akan satu hal. bahwa hidup itu untuk dijalani sebagaimana mestinya. Harus mandiri, tetap tegar dan yakin teguh terhadap apa yang diyakini. Tidak takut apapun, yang terpenting adalah yakin. Karena dengan yakin semua akan baik-baik saja. Meski maksud hati untuk bersama tak sampai tujuan, namun kesetiaan itu tetap ada.

Bagaiaman sobat nuri? ada yang belum baca? jangan sampai ga baca. ayoo buruaan baca. rekomen banget buat kaliaan.

Regards,
Nuri
IG : @NurilaPhasa
FB : Hidayah Nurila Phasa

No comments:

Business

Social

Follow Us Instagram @nurilaphasa