Friday, March 1, 2019

Book Review - Aku Memakan Pohon Mangga karya Risen Dhawuh

REVIEW AKU MEMAKAN POHON MANGGA

Photo By @nurilaphasa


Judul : Aku Memakan Pohon Mangga
Penulis : Risen Dhawuh Abdullah
Penerbit : Gambang Buku Budaya
Terbitan : cetakan pertama, Desember 2018
Tebal : vi + 80 Hlm. 14 x 21 cm
ISBN : 978-602-6776-63-1

Blurb
Dulu aku mempunyai kekasih, Amora namanya. Wajahnya sebulat dan secerah bulan purnama, bibirnya semerah buah apel meskipun tak pernah dipoles dengan gincu. Ia sangat  menyukai buah mangga, dan memang ia berjualan mangga di depan gedung pemerintahan kota.
            Aku mengenalnya secara tak sengaja, aku mengenalnya seperti adegan sinetron-sinetron di negri kita. Kami dipertemukan di jalan, aku menyerempet sepeda motornya yang membawa keranjang berisikan buah mangga. Ketika itu aku mengendarai mobil, memang akulah yang bersalah, kendaraanku melaju dan terlalu menepi. Beruntungnya ia anya terjatuh dan sedikit luka pada sikunya, beruntung pula kakinya tidak menyentuh bagian luar mesin yang panas.
            Aku menolongnya. Mengganti keranjangnya yang rusak dengan uang yang aku tahu bila uang yang kuberikan bisa untuk membeli keranjang-keranjang seanyak sepuluh. Juga buah mangganya yang hancur terbentur aspal. Setelah aku mengurus segalanya sebagai bentuk tanggung jawabku, aku tahu jika ia ternyata seorang penjual buah mangga. Aku sendiri menyukai buah mangga.
(Aku Memakan Pohon Mangga)

Review
Asalamualaikum wr.wb.
Aku Memakan Pohon Mangga, merupakan buku kumpulan cerpen karya Risen Dhawuh Abdullah (@risen_ridho). Risen, nama sapaannya lahir di Sleman, 29 September 1998. Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Ternyata, Risen ini telah menggarap banyak cerpen dan tersebar di media koran di Indonesia.

Di dalam buku Aku Memakan Pohon Mangga, terdapat 13 cerpen diantaranya : Kepergian Pak Basuki, Lelaki yang Tergila-Gila dengan Jari-jari Tangan Kekasihnya, Pelajaran Nasi Padang, Setelah Aku Pulang, Mata-Mata, Sedikit Penyesalan, Sepasang Manusia di Pantai Parangtritis, Abu Setelah Hujan Murka, Aku Memakan Pohon Mangga, Bangkai Anjing di Balik Semak, Buku Hilang, Bus Kecelakaan, dan Istri yang Selalu Tersenyum Ketika Pulang Dari Makam Suaminya.

Berikut akan kita ulas satu persatu cerpen yang ada di dalam buku ini.

1.      Kepergian Pak Basuki (Bantul, 2 Juni 2017. Pernah dimuat di Radar Surabaya, 11 Juni 2017)
“Tapi bukankah maut itu ada di tangan Tuhan? Apakah tidak mungkin bagi Tuhan untuk mematikan hambanya yang sedang tidur di kasur empuk? Juga sebaliknya, apakah Tuhan tidak kuasa menyelamatkan hambanya di tengah medan perang? Kematian itu misteri. Manusia dituntut untuk selalu siap menghadapi maut yang sewaktu-waktu terjadi” –hlm.2

Itulah kutipan pelajaran dari cerpen pertama berjudul Keperdian Pak Basuki. Cerpen ini menceritakan misteri kematian Pak BAsuki. Aku merasa kurang greget dengan eksekusinya. Padahal dalam proses memecahkan misteri itu udah bikin penasaran, andai saja saat eksekusi tidak terlalu diperjelas alias agar pembaca bisa menebak. Entah mengapa selera bacaku soal cerpen seperti itu, aku suka baca cerpen yang tidak mengakhiri ceritanya secara gamblang tapi bagaimana akhir cerita itu membuat pembaca berpikir. Tapi, tergantung ke selera pembaca juga mengingat cerpen ini pernah di muat di Radar Surabaya, mungkin yang lain berpendapat berbeda. Yang jelas, alurnya sederhana, poin utamanya dapat dan bahasa digunakan masih termasuk ringan karena mudah dipahami.

2.      Lelaki yang Tergila-gila dengan Jari-jari Tangan Kekasihnya (Bantul, 2 April 2017. Pernah dimuat di Radar Mojokerto, 14 Mei 2017)
Satu hal besar dari cerita yang kubaca ini adalah tentang Obsesi. Tentang seseorang yang terobsesi dengan sesuatu dan berusaha untuk mendapatkannya bahkan saking inginnya ia mendapatkan apa yang diinginkan ia menghalalkan berbagai cara, tak peduli orang lain tersakiti bahkan orang yang ia sayangi tersakiti. Baginya, obsesi yang dapat diwujudkannya itu adalah suatu kebahagiaan.

            Cerpen ini bercerita tentang seorang kekasih yang tergila-gila dengan jari-jari tangan kekasihnya. Betapa ia mencintai kekasihnya tersebut karena jari-jemarinya, hingga suatu saat ia bermimpi kehilangan kekasihnya, bukan melainkan kehilangan jari-jemari tangan kekasihnya. Karena hal itu ia berbuat dan apa yang ia perbuat hanya karena sebuah obsesinya. Sebenarnya ini akan jadi salah satu favorit aku, namun lagi-lagi eksekusinya terasa sangat gamblang. Seakan cerita ini langsung diakhiri cukup sampai disitu dan menuntut pembaca untuk mengiyakan apa yang terjadi.

3.      Pelajaran Nasi Padang (Bantul, 2018. Pernah dimuat di Simalaba.Net, 23 Juni 2018)
Pelajaran Nasi Padang, begitulah judulnya dan begitulah isinya. cerpen ini sederhana bagiku, bila dibaca di masa sekarang seakan garis besar cerita ini sudah biasa atau umum ada dikalangan cerpen-cerpen sejenis lainnya. Namun ada hal berbeda yang aku rasakan saat membacanya yaitu cara penyampaian atau gaya bahasa penulis. So, meski sederhana masih ada sesuatu yang unik untuk disimak.
            Pelajaran Nasi Padang ini mengantarkan kita untuk lebih teliti terhadap sesuatu hal, seremeh apapun itu telitilah, bisa berarti ada yang tidak benar, kurang, atau bahkan salah kaprah di dalamnya.

4.      Setelah Aku Pulang (Bantul, 2018)
Cerita pendek ini menceritakan seorang Ibu yang suka sekali menulis bahkan di hari tuanya. Ada hal aneh yang membuat ibunya sering melamun tidak seperti biasanya. Hal itulah yang membuat hakikat seorang ibu muncul di sini. kala ia harus mengesampingkan perasaannya demi sang anak.
            Ya, cerpen ini secara tidak langsung mengungkapkan bagaimana sosok ibu yang selayaknya menjadi ibu. Entah mengapa hal itu mengena dan dalam di benakku.
Cerpen ini lumayan lebih panjang dari ketiga cerpen sebelumnya. Meski agak kurang padat dalam hal isinya, cerpen ini cukup menarik. Lagi-lagi tidak ada diksi yang berlebihan di dalamnya, jadi siapa saja mudah memahami. Meski, penyusunan kalimat yang sedikit membuat orang berpikir karena inilah yang biasa ditemui di gaya penulisan cerpen di koran-koran. Risen mendapatkannya dalam cerpen ini. Lagi-lagi gaya eksekusi risen terlalu gamblang, membuatku gemas karena ingin rasanya ku menyembunyikan eksekusinya agar cerpen ini semakin greget.

5.      Mata-Mata (Bantul, 2018)
Tentang seorang kekasih dan kekasihnya. Padat. Saat membaca cerpen ini aku merasa pernah membacanya entah dimana kapan dan dalam wujud apa atau cerpen siapa. Jalan ceritanya tidak asing apalagi sudut pandangnya. Cerita ini dengan sudut pandang sebuah bayangan yang bercerita. Entah mengapa tak asing, tapi aku menikmatinya meski sepertinya harus ada beberapa hal yang perlu diperbaiki seperti kalimat penjelasnya yang ku rasa agak membingungkan, mungkin kaliamt-kalimat tersebut bisa lebih ditata agar terasa masuk akal saat dibaca.
            Dalam cerita ini, beberapa hal ku temukan dari sudut pandangku. Yaitu tentang suatu kepercayaan, tentang bagaimana seseorang hanya tau yang baik-baiknya saja ketika tau sebuah kesalahan atau keburukan ia menutup mata. Begitupula sebaliknya, segala hal yang diusahakan bagus, sekalinya terkena kesalahan maka kesalahan itu menutupi semua hal yang baika atau bagus sebelumnya. Sebuah kepercayaan itu tidak mudah tumbuh begitu saja, sekalinya percaya akan selalua da, sekalinya kecewa maka kepercayaan itu akan lenyap begitu saja. So, cerita di cerpen ini boleh juga, setidaknya pesan yang ingin disampaikan langsung terasa di benak pembaca. Dan gaya cerpen seperti ini bagiku sebuah keunikan, karena tokoh utamanya dari sudut pandang lain. Good job Risen!

6.      Sedikit Penyesalan (Bantul, 2018)
Berbeda. Itulah satu kata ketika membaca buku ini pada bagian ceren ini. Aroma ceritanya berbeda dari keliam cerpen sebelumnya. Ya, cerita ini lebih gamblang dengan sebuah penyesalan tokohnya. Pelajaran yang berat bagi pembacanya. Cerita ini lebih panjang, ada beberapa hal kurang dapat dan sepertinya perlu dihilangkan agar kesan dan pesannya benar-benar sampai.
            Menceritakan tentang penyesalan seorang anak. Seorang anak yang masih sekolah malas-malasan dan dituntu untuk belajar sehingga sebuah kejadian menyadarkannya. Untuk karakternya sendiri aku merasa masih kurang nyawa entah kenapa, meski karakter bocahnya sedikit terasa, apalagi karakter bapaknya.
            Ya, hidup memang ada timbal-baliknya bukan? meski dalam agama islam tidak ada yang namanya hukum karma.

7.      Sepasang Manusia di Pantai Parangtritis, (Bantul, 2017.  Pernah dimuat di koran Merapi, 09 maret 2018)
Hujan, pantai. Sebuah latar yang pas dan serasi. Ditmabah dengan sepasang kekasih. Pantai, hujan, dan sepasang kekasih. Cerpen ini kuat di latar tempatnya. Terasa saat sepasang kekasih itu beradu tentang hujan. Misteri dalam percakaan mereka mendebarkan dan begitu terasa. Namun lagi-lagi aku menyayangkan eksekusinya. Akan lebih greget jika ending cerita ini dibuat tersirat bukan disampaikan secara gamblang. Meskipun disampaikan secara gamblang, deskripsi yang digunakan kurang mengejutkan. Tapi, tiga hal utama dalam cerita ini membautku membatu.

8.      Abu Setelah Hujan Murka (Bantul, 201)
Hujan dan seorang gadis. Sudut pandang cerita ini berbeda, ini dunia berbeda dari cerpen-cepren sebelunya dan hampir sama dengan pengambian sudu tpandang di cerita Mata-mata. Ketika membaca ini, aku terlintas teringat novel Saman tentang seorang gadis kecil yang dirasa tak wajar dan dikurung karena lebih mencintai tiang-tiang. Dan gadis dalam cerita ini lebih mencintai hujan, segala tentang hujan. Ini salah satu favoritku entah mengapa. Sesuatu hal berbeda ku dapatkan saat membacanya.

9.      Aku Memakan Pohon Mangga (Bantul, 2018)
Ini cerpen yang menjadi judul utama dalam buku ini. Hingga delapan cerpen ku baca, memang buku ini tidak dalam satu tema, melainkan banyak sekali tema yang berbeda-beda di dalamnya sehingga buku ini lebih berwarna. Judul Aku Memakan Pohon Mangga menjadi daya tarik untuk membaca buku ini dan menemukan cerpen ini dengan judul yang serupa. Membuat penasaran mengapa judul ini diambil dan seperti apa ceritanya.

            Seperti judulnya, cerita ini membicarakn tentang seorang gadis penjual mangga, juga seroang lelaki yang kaya-raya lalu kemudian karena kejadian tak terduga mereka jatuh cinta. Membacanya mengalir begitu saja tak terasa, nama tokohnya terasa berat untuk seorang penjual mangga. Amora, entah mengapa aku merasa hal itu kurang cocok saja, over all itu tidak terlalu memengaruhi. Dan satu hal yang membekas dari cerita ini yaitu eksekusi yang kuharapkan. Telak! Aku terpaku dengan cerita ini.
“Cinta tak harus dinyatakan dengan kata-kata” hlm. 56

Okayy sepertinay cukup sembilan cerpen yang aku ulas yaa hehe. Jika kalain penasaran kalian bisa membaca bukunya sendiri. Secara keseluruhan seperti cover dan judul sungguh memikat. Meski buku ini tipis namun layouter, font yang digunakan tidak mengganggu membacanya. Jalan ceritanya rame. Tidak melulu soal cinta, banyak hal yang bisa kalian dapatkan dalam buku ini. Karena beberapa cerpen yang ada di dalamnya pernah dimuat di koran atau media massa. Jadi pas banget bisa membandingkan mana cerpen yang layak terbit koran dan yang masih belum, secara tidak langsung kalian bisa belajar tentang hal itu di dalamnya. Meski ada beberapa kekruangan seperti karakter tokoh yang kurang kaut meski ini sebuah cerpen namun ahrus padat. Secara keseluruhan oke, menghibur dan beberapa cerita membekas diingatan. Bagiku, cerita yang bagus adalah ceria yang akan selalu kau ingat ketika hal yang hampir menyerupai atau menyerempet kau akan kembali mengingatnya.


            Sukses selalu untuk Risen, semoga ke depannya makin banyak tulisannya yang dimuat. So, maafkan aku jika ada kesalahan dalam mereview. Akrena sejatinya kau menyampaikan apa yang kulihat, kubaca, dan kurasa tentunya. Terima kasih.

No comments:

Business

Social

Follow Us Instagram @nurilaphasa